Jumat, September 04, 2009

A Day with an Auror: A Harry Potter Fanfiction

Rating: PG-13+
Genre: Drama, Action, Sport, Romance, Humor, ada deh semua disini......
Disclaimer: Semua karakter Harry Potter dan semua hal yang berhubungan dengannya dimiliki JKR dan Warner Bros. Aku cuma nebeng ketenaran aja. Aji mumpung abis.....




Hari ini adalah hari terakhir musim panas di London, juga Inggris dan belahan bumi utara lainnya, tentu saja. Angin musim gugur terasa sangat keras menusuk tulang-belulang. Daun-daun menguning dan jatuh, seakan-akan sedih karena musim panas dan keceriaannya segera berlalu. Di London, kota dimana hujan lebih sering mengguyurinya dari pada siraman hangat matahari, sekarang pun sedang mendung. Para penduduk London yang terbiasa dengan keadaan ini, sampai-sampai mengatakan kalau matahari di London bisa dihitung dengan jari kemunculannya, jelas tidak peduli.

Di Grimmauld Place, jalanan lengang seperti biasanya. Tidak banyak orang yang berlalu lalang. Grimmauld Place 11 sedang kosong ditinggal oleh penghuninya, yang rupanya kerasan dengan matahari tropis di Bali, Indonesia. Sedangkan Grimmauld Place 13 hiruk pikuk oleh suara penghuninya, yang rupanya marah karena semuanya terlambat bangun. Seperti hari-hari lain, tidak ada yang mempertanyakan kesalahan dinas tata kota London tentang penomoran rumah di Grimmauld Place ini. Bahkan dinas tata kota London sendiri sepertinya tidak sadar akan kesalahannya.

Tentu saja tidak ada yang sadar kalau ada rumah yang beralamatkan di Grimmauld Place nomor 12. Bagaimana dengan layanan posnya? Kelihatannya pemilik Grimmauld Place 12 lebih suka menggunakan layanan pos non konvensional. Tapi rupanya ada yang sadar akan kesalahan ini. Sejak tujuh tahun lalu, penghuni jalan pendek di London sadar bahwa semakin banyak orang ‘aneh’ yang berlau-lalang di jalan itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah tertentu diantara nomor 11 dan 13. Kebanyakan dengan jubah aneh yang pasti terasa sangat panas di musim panas, walaupun seperti yang sudah disebut diatas, matahari di London punya sifat pemalu.

Grimmauld Place menjadi terkenal di kalangan tertentu, terutama sejak tujuh tahun lalu. Kalangan tertentu ini adalah penyihir. Keterkenalan Grimmauld Place terjadi setelah literatur-literatur sejarah sihir menyatakan bahwa inilah rumah dimana Order of the Phoenix bermarkas.

Pada tahun 1995, Albus Dumbledore, Kepala Sekolah Hogwarts dan juga pendiri Ordo tersebut, menerima tawaran dari pemilik terakhir Grimmauld Place yaitu mantan narapidana Azkaban bernama Sirius Black untuk menggunakan rumah ini sebagai pusat perlawanan terhadap Death Eaters yang dipimpin oleh penyihir hitam yang diyakini terhebat sepanjang masa, yaitu Thomas Marvolo Riddle alias Lord Voldemort. Untunglah Lord Voldemort ini sudah tewas dalam peperangan terakhir di Hogwarts, sehingga sekarang sudah bebas menyebut namanya.

Sekarang Grimmauld Place 12 dihuni oleh seorang pemuda penyihir yang tinggal seorang diri. Dia hanya ditemani oleh hambanya seorang (atau seekor?) peri rumah (sebenarnya agak riskan menyebut hamba kepada peri rumah karena Undang-Undang Perlindungan Makhluk Sihir yang dikeluarkan Kementerian Sihir, secara eksplisit pada pasal 11 ayat 3 melarang ‘penggunaan kata-kata yang dimaksudkan untuk merendahkan, menjatuhkan derajat, atau menghinakan makhluk sihir mana pun oleh para pembawa tongkat sihir’).

Si pemilik baru ini tidak memiliki hubungan darah dengan Sirius Black sebagai pemilik sebelumnya. Dia memperoleh hak kepemilikannya atas Grimmauld Place 12 karena dia adalah anak perwalian Sirius Black sehingga dia mewarisinya. Sejak pertempuran terakhir yang menentukan di Kastil Hogwarts di pedalaman Skotlandia, si pemuda ini tinggal di rumah ini sendirian, dan menolak tawaran untuk tinggal di The Burrows atau pinggiran kota Birmingham, tempat sahabat-sahabat terdekatnya tinggal. Walau pun sebenarnya dia sangat tergoda untuk tinggal di The Burrows, untuk satu alasan tertentu.

Pemuda ini sedang berada di kamarnya di lantai tiga. Sudah satu jam terakhir dia berkurung di kamarnya sejak selesai mandi. Dia tidak termasuk golongan metroseksual yang suka berdandan lama-lama di depan cermin. Dia sudah rapi berpakaian sejak lima puluh enam menit yang lalu. Dia hanya memandangi cermin, yang menatap balik kepadanya dengan membisu. Cermin itu sudah hapal kalau pemuda ini kebal kritik terhadap dandanannya, terutama rambutnya, sehingga bosan sendiri. Bahkan si cermin bilang kalau tembok adalah teman ngobrol yang lebih menyenangkan, terutama karena pemuda ini tidak pernah mempedulikannya.

“Master Harry?” sapa peri rumahnya dari luar kamar.

“Hmmm? Ada apa, Kreacher?”, tanya Harry tanpa mengalihkan pandangan dari cermin.

“Sarapan sudah siap, Master,” jawab Kreacher.

“Terima kasih, Kreacher.”

Kreacher membungkuk dan hendak ber-Disapparate saat Harry memanggilnya lagi.

“Kreacher?”

“Ya, Master Harry?” tanya Kreacher, siap menerima perintah. Atau permintaan, istilah yang lebih disukai Harry.

“Hari ini aku tidak pulang ke rumah. Aku akan langsung ke The Burrows. Ada acara di sana. Bisakah kamu ke The Burrows setelah selesai membersihkan rumah? Mrs. Weasley akan sangat repot dengan acara ini.”

“Anda ingin saya membantu Mrs. Weasley, Sir?”

“Ya,” jawab Harry sambil berbalik ke arah menghadap ke peri rumahnya,”pergilah ke sana dan bantulah Mrs. Weasley. Patuhilah setiap permintaan atau perintahnya.”

“Baik, Sir. Akan Kreacher laksanakan,” jawab Kreacher sambil membungkuk.

“Terima kasih, Kreacher. Kau boleh pergi sekarang.”

Kreacher membungkuk dan menghilang dari pandangan Harry. Harry memutuskan bahwa sudah saatnya turun ke ruang makan dan mengakhiri lamunannya selama sejam ini. Harry melamunkan tahun-tahun setelah pertempuran di Hogwarts, bagaimana kejadian itu sudah mengubah dirinya. Saat menghabiskan sarapannya, ingatannya melayang ke kejadian setahun setelah pertempuran di Hogwarts itu.

*****
“Kenapa? Kenapa? Kenapa?,” raung Ron tidak kepada siapa-siapa secara khusus. Dia rupanya meraungkannya ke udara di sekitarnya.

“Karena, karena, dan karena,” jawab Harry sambil lalu. Matanya tertanam ke buku yang sedang dibacanya selama ini.

“Yang serius dong! Jelaskan kebingunganku!”, tuntut Ron ke sahabatnya karibnya itu.

“Gimana aku bisa menjelaskan kebingunganmu, kalo kau sendiri nggak jelas tanya apa? Dari tadi kamu terus meraung-raung ‘kenapa?’ berkali-kali,” balas Harry sambil terus menekuni bukunya.

“Oh, sori deh. Stress nih!”

“Kalo kau sudah selesai meraung-raung seperti balita yang direbut mainannya, kau bakalan tahu kalau semua orang di ruangan ini sedang stress, dan semuanya nggak beringkah seperti orang gila yang kabur dari St. Mungo sepertimu,” jawab Harry.

“Kenapa kita harus ikut Kejar Paket C ini? Kenapa?”

“Yah, aku nggak tahu gimana harus ngasih tahu kamu, tapi mungkin kau lupa kalau kita ini termasuk golongan drop out. Kita tidak pernah lulus dari Hogwarts. Dan karena kita mau jadi Auror, maka kita harus punya nilai-nilai NEWT. Karena kita nggak punya nilai-nilai NEWT, maka Kejar Paket C adalah solusi terbaik. Tapi kalo dipikir-pikir lagi, Kejar Paket C ini adalah satu-satunya solusi yang ada.”

“Ini kan salahmu, ngajak kita cari-cari Horcrux-horcrux dan jadi drop out.”

Harry mendelik ke arahnya. Ron, yang merasakan bahaya kian mendekat dengan kecepatan yang bisa bikin Dementor iri, buru-buru mengangkat tangannya dan berkata, “cuma bercanda, mate!”

Mereka sedang berada di Hogwarts. Sebenarnya menyenangkan kembali ke ‘rumahnya’ ini. Tapi karena banyak yang menunjuk-nunjuk ke arahnya dan teman-teman Dumbledore’s Army (beberapa histeris menjeritkan namanya, membuatnya merasa seperti ‘the hottest rock star ever’), kunjungannya ke Hogwarts ini menjadi tidak menyenangkan. Setidaknya baginya, Ginny dan Hermione. Ron, Neville, dan yang lainnya kelihatannya senang sekali dengan perhatian seisi kastil itu.

Mereka (Dumbledore’s Army yang tidak sempat ikut NEWT) murid-murid angkatan bawah mereka yang tidak sempat ikut OWL seperti Ginny dan Luna, sedang menunggu di sebuah selasar di dekat ruangan-ruangan kelas yang kosong, menunggu diuji oleh penguji OWL dan NEWT dari Kementerian.

Harry akhirnya menutup bukunya. Sebenarnya itu bukan bukunya sendiri, tapi dipinjam dari Hermione. Di mana Hermione? Dia sedang menghadap ke kantor Professor McGonagall. Reputasinya sebagai murid dengan peringkat satu di Hogwarts selama bersekolah di Hogwarts rupanya dianggap istimewa oleh Kementerian Sihir. Dengan perkecualian akhir tahun ajaran 1993 (insiden Basilisk), 1997 (terbunuhnya Kepala Sekolah Hogwarts) dan 1998 (karena Pertempuran Hogwarts), maka dia dianggap sebagai salah satu murid paling cemerlang yang pernah bersekolah di Hogwarts. Hal ini rupanya memberinya kemudahan. Dia diijinkan untuk tidak mengikuti Kejar Paket C sama sekali. Sama dengan Ginny, yang merupakan murid paling cemerlang di angkatannya, lepas dari fakta bahwa dia pernah dirasuki Lord Voldemort.

“Sialan, si Hermione itu! Licik sekali dia!” gerutu Ron.

Harry menoleh kepadanya tepat pada saat sesosok tubuh berambut coklat lebat masuk lewat pintu yang ada di belakang Ron. Hermione langsung menyuruh seisi selasar itu tutup mulut dengan isyarat tangannya, merahasiakan kehadirannya dari Ron, yang meneruskan ocehannya.

“…..kenapa dia dapet keistimewaan, tapi kita tidak? Kan kita bertiga yang berburu Horcrux-horcrux sialan itu! Kan DA juga berjasa! Kenapa cuma dia dan Ginny saja yang dapat kelonggaran? Sangat nggak adil! Tul nggak, mates?” tanya Ron minta persetujuan ke pendengarnya.

Tanpa menunggu persetujuan mereka, Ron melanjutkan lagi. “Pasti mereka sedang bergosip di kantor McGonagall, minum teh dan kue dan sebagainya, enak-enakan santai….”

“Kamu iri?” tanya Harry.

“Iri? Aku? Jelas iya! Bayangkan, ujian Kejar Paket C barengan sama pelatihan Auror! Belum lagi aku harus membantu George di toko! Kalo kita ikut pelatihan Auror atau pelatihan-pelatihan lainnya, kenapa harus ikut Paket C sialan ini? Masa sih jasa kita nggak dianggep?”

“Wah, jangan sampai calon Mrs Ronald Weasley dengar ini lho!” celetuk Seamus.

“Apa maksudmu ‘calon Mrs Ronald Weasley’? Oke aku memang suka sama dia. Tapi sifatnya itu lho! Kagak nahan deh!”

“Seperti apa misalnya?” tanya Harry, berusaha keras pasang tampang biasa saja, padahal perutnya serasa ditusuk-tusuk pedang saking gelinya.

“Dia bossy, sok pintar, sok rajin, keras kepala, nggak sabaran....” Ron berhenti, curiga melihat semua orang di selasar itu wajahnya sudah memerah menahan tawa, beberapa terkikik geli, bahkan ada yang menjejalkan buku teks mereka ke mulutnya supaya tawanya teredam. Dia memandang ke Harry, yang dengan susah payah menahan tawanya.

“Dia ada di belakangku, ya?” tanyanya setengah takut-takut.

“Yup!” jawab Harry sambil tertawa, diikuti teman-temannya.

“Sejak kapan dia disitu?”

“Sejak ‘Sialan si Hermione itu! Licik sekali dia!’”

“Kenapa kamu nggak bilang?”

Harry mengangkat bahu,”habis lucu banget sih…..”

Ron menoleh ke belakang dengan pucat pasi. Dia melihat Hermione berkacak pinggang, dengan tampang yang bisa bikin singa-singa di Colisseum Roma kabur terbirit-birit ketakutan.

“Hai Honey!” sapa Ron dengan polos campur ketakutan.

“RONALD WEASLEY!!”

“Ya, hadir disini….” jawab Ron, seakan-akan menjawab panggilan presensi.

Kemarahan Hermione tidak sempat tersalurkan karena pada saat yang bersamaan pengawas ujian Mantra memanggil nama Ron. Ron langsung bangkit.

“Aku nggak percaya aku akan bilang ini, tapi aku senang sekali dipanggil buat maju ujian. Hai, Mrs Tupperwarn. Jubah anda bagus sekali. Eh by the way, nama anda kok sama dengan nama merek peralatan dapur Muggle?”

Si pengawas ujian itu bingung setengah mati mendengarnya. Hermione jengkel setengah hidup, setengah lagi geli melihat tingkah Ron tersayangnya.

*****


Lamunan Harry berakhir saat berada dia mengambil sejumput bubuk Floo dan melangkah masuk ke perapian di dapur. Dia berseru “Kementerian” dan perjalanan yang tidak pernah disukainya ini dimulai. Sesampainya di Kementerian Sihir, dia melangkah keluar perapian dan merapikan jubahnya.

“Pagi, Harry”

“Hai Harry!”

“Selamat pagi Mr Potter!”

Sapaan-sapaan dari para pekerja kementerian itu dibalasnya dengan ramah. Dia senang berada di sini, tidak seperti saat dia mengunjungi Kementerian untuk pertama kalinya. Yah, itu kan cerita masa lalu, lagi pula kampanye de-koruptisasi Kementerian Sihir yang dijalankan Menteri Shacklebolt berjalan lancar. Suasana “Pureblood only” warisan masa lalu serasa seperti mimpi buruk yang terlupakan.

Dia masuk ke Markas Auror dan mengambil lembaran jadwal untuk hari ini. Ron sudah datang, tenggelam diantara tumpukan perkamen di mejanya. Hanya rambut merahnya yang menonjol diantara gundukan perkamen yang menandakan dia sudah datang.

“Hai Ron!” sapanya.

“Oh hai Harry,” jawab Ron sambil mendongakkan kepalanya, keluar dari kepungan perkamen laporannya.

“Kamu lembur dari semalam?” tanya Harry heran.

“Oh ini? Enggak juga. Aku datang barusan kok. Kemarin ada laporan intelijen yang lupa kuperiksa, jadi pagi-pagi …..”

Penjelasannya terpotong oleh panggilan Galahad Faircroft, Kepala Auror, dari kantornya, “Potter! Weasley! Kemari, tugas untuk kalian.”

Harry dan Ron masuk ke kantor Kepala Auror. Kepala Auror ini sudah hampir masuk masa pensiun, tapi semangatnya cuma bisa dikalahkan oleh para rekrutan baru. Kalau tidak terhalang oleh encoknya, mungkin dia masih berada di garis depan memburu sisa-sisa Death Eaters.

“Ya, Sir?” tanya Ron sambil menutup pintu.

“Ini penugasan kalian yang baru,” jawab Mr Faircroft sambil menyerahkan lembaran perkamen penugasan ke Harry dan Ron. Mereka membacanya dan, bersamaan, mengangkat kepala dengan heran memandang bos mereka.

“Menonton pertandingan Holyhead Harpies versus Chudley Cannon?” tanya Harry heran. Kenapa mereka disuruh menjaga pertandingan Quidditch? Apa ada potensi kerusuhan? Harry menunduk lagi ke dossier briefingnya. Ternyata memang ada potensi kerusuhan, seperti dijelaskan selanjutnya oleh bos yang periang (yang hanya berlaku bagi teman-temannya. Bagi Death Eaters dan kriminal sihir, dia adalah mimpi buruk terburuk) itu.

“Ya. Menurut laporan intel, ada mantan Death Eater yang suka muncul menonton pertandingan Harpies. Namanya, seperti yang tercantum di laporan itu, adalah Antonin Dolohov. Deskripsinya….”

“Kami kenal dia,” potong Ron. Wajah pembunuh Remus Lupin itu sulit dilupakan oleh keduanya.

“Baiklah. Seret dia ke pengadilan, boys!” kata Mr Faircroft sambil tersenyum lebar.

“Pasti, Sir,” jawab keduanya sambil bangkit dan menuju pintu keluar.

Mereka keluar setelah mengambil gadget yang dibutuhkan dalam misi ini. Saat berjalan menuju lift, mereka bertemu dengan anggota terakhir trio mereka, Hermione yang-akan-segera-menjadi-Mrs- Hermione-Weasley Granger.

“Hai Harry! Hai Ron!”

“Hai Hermione!” jawab Harry.

“Kenapa?” tanya Ron.

“Apanya yang kenapa?” tanya Hermione heran.

“Aku ini tunanganmu, calon suamimu. Kenapa kamu menyapa Harry duluan ketimbang aku?” tanya Ron lagi, sok cemburu.

“Oke deh. Hai Ron! Hai Harry! Puas?”

“Sangat. Hai honey!” jawab Ron sambil mengecup pipi calon istrinya.

Wajah Hermione bersemu merah. Harry tertawa melihat tingkah mereka. Mereka bersama-sama masuk ke dalam lift yang membuka dengan derit keras. Pesawat-pesawat kertas memo antardepartemen mengiringi mereka masuk ke dalam.

“Jadi kalian akan kemana?”

“Menonton Quidditch. Mr. Faircroft memutuskan bahwa aku dan Harry sudah cukup bekerja keras dan berhak buat cuti menonton kemenangan pertama Cannons lawan Harpies,” jawab Ron santai sambil merangkul mesra bahu Hermione. Semu di pipi Hermione semakin jelas, karena selain mereka bertiga dan memo antar departemen, ada sekitar tiga rekan pegawai kementerian yang ada di dalam lift. Tapi Hermione tidak keberatan dengan tangan Ron melingkari bahunya.

“Cuti dengkulmu! Lagian lebih mungkin kalo Ginny bakal bikin sebelas gol dan mengandaskan Cannons, dan Neville sudah jadi kepala sekolah Hogwarts saat Cannons mendapat kemenangan mereka yang pertama,” balas Hermione.

“Ouch darling! Cannons kan sudah punya Seeker bagus!” protes Ron.

“Seeker nggak menjamin kemenangan. Ingat kemenangan Irlandia atas Bulgaria di musim panas ‘94?”

Ron nggak menjawab, karena lift sudah membuka di atrium. Harry, Ron, dan tiga pegawai kementerian lainnya melangkah keluar. Hermione tetap di lift yang akan ke atas.

“Bye! Salam buat Ginny! Dan jangan lupa nanti malam!”

“Ya!” jawab Ron.

Mereka berjalan beriringan menuju salah satu perapian yang akan menuju ke stadion Harpies. Ron cuma geleng-geleng kepala saat keduanya beriringan ke perapian.

“Kenapa?” tanya Harry.

“Cewek! Mereka nggak bakalan ngerti Quidditch sampai kapan pun,” jawab Ron.

“Hati-hati! Jangan sampai nanti di stadion adikmu mendengarnya,” balas Harry.

“Oh jangan khawatir. Kalo dia dengar, aku akan mengandalkan calon adik iparku biar aku bisa kabur. Oke, mate?” jawab Ron sambil mengedipkan mata.

Harry tertawa. Mereka lalu menghilang di perapian.


*****

Stadion Harpies penuh sesak oleh para pendukung Harpies, dan sebagian kecil pendukung Cannons. Ron sangat gembira dan hendak langsung bergabung dengan mereka. Harry cepat-cepat menahannya.

“Ron, Dolohov adalah fans Harpies. Dia pasti ada di tribun suporter Harpies, seperti rekomendasi intel tadi. Jadi kita akan bergabung dengan para suporter Harpies.”

“Siapa tahu dia sengaja bergabung ke tribun Cannons dan sengaja menyesatkan kita dan intel?” jawab Ron setengah kecewa.

“Kalo iya, maka dia lebih bodoh dari Goyle. Ayo.”

Ron ogah-ogahan bergabung dengan para suporter Harpies masuk ke stadion. Di dalam mereka berdua berpencar dan langsung mencari tempat yang kira-kira mencurigakan, dan memungkinkan kehadiran Antonin Dolohov.

“Ladies and Gentlemen!” raung stadium announcer lewat mantra Sonorus, “selamat datang di Stadion Harpies! Hari ini kita akan menyaksikan perjuangan tim kita melawan Chudley Cannons (suara boooo membahana) untuk posisi pemimpin klasemen sementara Liga Premier Quidditch! Jika menang, Harpies akan memuncaki klasemen menggeser Puddlemere United yang kemarin secara mengejutkan kalah dari Pride of Portree…”

Harry tersenyum membayangkan Ron yang pasti sedang jengkel setengah mati mendengarnya. Dia terus bergerak mencari-cari di antara para fans Harpies.

“…..dan sambutlah para pahlawan kita! Kiper Arnaud Gillette, Seeker Mariana van der Baahn, Beaters Hans Loewe dan Dieter Carsten, Chasers Byakuya Akagi, Fillipo Tesla dan kebanggaan kita, Ginevra Weasley!!!”

Sorakan riuh rendah menyambut keluarnya para pemain Harpies dan sorakan semakin membahana seiring keluarnya Ginny. Mereka berkeliling stadion membalas sorakan para suporter Harpies. Ginnylah yang menerima sambutan paling meriah, karena dia adalah pemuncak daftar top scorer liga, dengan rata-rata 7,8 gol per pertandingan.

“……dan inilah para pemain Cannons. Kiper Aaron West, Chasers Lucas Brown, Siobahn Fallon, Lilian Adams, Beaters Calvin Young dan Hamilton Newport, serta Seeker Alejandro Noriega…”

“YEAH!!” teriak Ron, yang langsung terdiam saat sadar dia sedang berada di tengah ribuan fans Harpies yang memelototinya. Ginny yang mengenali kakaknya dari angkasa juga cuma melengos malu. Tapi dia sadar kalau kakaknya ada disini, berarti tunangannya pun ada di sini. Benar saja, Harry cuma berjarak enam baris dari kakaknya yang supernekat itu. Dia melihat Harry mengirimkan ciuman jarak jauh dan berkata non verbal ‘Good luck’. Ginny tersenyum. Dia tidak membalasnya karena tahu akan membongkar posisi Harry dan mengacaukan misi Auror Harry dan Ron (apapun misi itu, Ginny nggak terlalu peduli), tidak setelah Ron dengan nekatnya berteriak menyambut para pemain Cannons.

“Pertandingan akan dipimpin oleh wasit Melville Wright dari Godric Hollow. Dan…..yak pertandingan dimulai….Tesla berhasil merebut bola, dan langsung dioper ke Akagi, langsung umpan panjang ke Weasley….WEASLEY GOL!!!”

Sorakan membahana seakan-akan mengguncang stadion. Inilah rekor gol tercepat di Liga. Harpies unggul saat pertandingan baru berjalan kurang dari sepuluh detik. Harry sejenak melupakan tugasnya sebagai Auror dan melihat ke pertandingan.

Dia melihat bahwa Harpies melakukan taktik agresif yang sangat beresiko terhadap serangan balik. Loewe dan Carsten sengaja mencecar seeker Noriega karena sadar bahwa seeker Belanda rekrutan baru mereka kalah skill dan pengalaman dibandingkan dengan seeker impor Cannons asal Bolivia tersebut. Sementara para chaser melakukan pressing yang sangat ketat dan mengandalkan keahlian Tesla merebut bola dan kelihaian Akagi mencegat umpan-umpan dari chasers lawan. Semua bola akan dialirkan langsung ke Ginny yang menjadi tumpuan mencetak gol. Kiper West menjadi bulan-bulanan Ginny, Tesla dan Akagi. Mereka bertiga dengan indahnya meliuk-liuk menghindari Bludger yang luput diantisipasi beaters Harpies atau yang sengaja dilepaskan Young dan Newport. Kiper Gillette seorang diri cukup mampu mengatasi serangan chaser lawan yang cenderung monoton dan tumpul. Dia toh kiper timnas Prancis, kemampuannya sudah mendunia. Dalam sepuluh menit Harpies langsung unggul 40-0.

Harry kembali memusatkan perhatiannya ke misinya. Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan di mata Harry. Dia akan bergerak ke atas, ke tribun VIP. Dia meragukan apakah status buronan Dolohov akan memberinya tempat di tribun kehormatan itu, tapi semua harus dicek kan?

Tiba-tiba dia melihatnya. Saat Ginny mencetak golnya yang keempat dan membuat Harpies unggul 70-30 (dan sekilas dilihatnya Ron menggerutu), orang itu mengangkat kedua tangannya. Di tangan kiri orang itu ada sebuah bentuk seperti bekas tato yang dihapus secara asal-asalan. Dia berani bertaruh seratus galleon bahwa bekas tato itu berbentuk tengkorak yang mengeluarkan ular dari mulutnya. Dark Mark – tanda pendukung setia Lord Voldemort. Orang itu tidak di tribun VIP, tapi berada di bawahnya, berdiri diantara para pendukung Harpies yang tidak kebagian tiket duduk.

Harry beringsut menuju ke arah orang itu. Benar saja, wajahnya cocok dengan deskripsi fisik Antonin Dolohov yang ada pada dossier briefing tadi pagi. Harry mendekati orang tadi dan menyusup di antara Dolohov dan seorang fans. Harry tersenyum karena Ginny kembali mencetak gol dan semakin membuat frustasi para pemain Cannons yang tidak berdaya menghadapi pressing ketat Harpies.

“Hebat ya?” kata Harry ke Dolohov.

“Ya, luar biasa” jawab Dolohov sambil menoleh dan terkejut setengah mati. Wajahnya langsung memucat seakan-akan baru saja melihat seribu Dementor menyerbu ke arahnya. Harry berlagak tidak mengetahuinya. Dia kembali memandang ke lapangan, pura-pura menikmati jalannya pertandingan.

“Tahukah anda kalau Ginny Weasley mengendarai sapu saya?” tanya Harry ringan, seakan-akan sedang menikmati pertandingan dan membagikan trivial fact ke sesama fans.

“Oh ya?” jawab Dolohov kaku. Dia tidak berani memandang Harry lagi.

“Ya. Saya memberikan Firebolt pada Ginny saat dia masuk ke tim Harpies empat tahun yang lalu. Saya toh tidak memerlukannya. Oh, nama saya Harry Potter, by the way. Dan anda?” tanya Harry sambil mengulurkan tangan kanannya.

“Dorset. Abner Dorset,” jabatan tangannya serasa dingin sekali di telapak tangan Harry.

“Dia kelihatannya cocok dengan Firebolt saya. Dia makin luwes mengendarainya, tidak seperti saat di masih rookie…”

“Maaf, saya hendak ke WC sebentar,” potong Dolohov yang mengaku sebagai Abner Dorset itu. Dia langsung beranjak meninggalkan Harry, tepat saat Akagi mencetak gol dan mengubah skor menjadi 80-30. Mr Dorset gadungan itu berlalu tanpa mempedulikannya. Pertandingan mulai berjalan alot karena Cannons mengubah taktiknya menjadi ultra defensif, dan enggan melayani permainan terbuka Harpies.

“Mr Dorset, anda menjatuhkan manset anda,” seru Harry sambil mengulurkan sebentuk manset perak kepada Mr ‘Dorset’.

Mr ‘Dorset’ berhenti mendadak, lalu berbalik mengambilnya dari tangan Harry dan berlalu setelah mengucapkan “thanks” tanpa memandang Harry.

Harry tersenyum dan mengeluarkan sebuah buku notes dengan lambang Auror di sampul kulitnya. Sebenarnya itu sebuah ASE (Auror Surveillance Equipment), peralatan yang dibuatkan oleh Divisi Pengembangan Teknologi Sihir. Dia membukanya dan memposisikannya horizontal di telapak tangannya. Lalu diketuknya notes itu sekali dengan tongkat sihirnya. Garis-garis di halaman notes itu mendadak hidup dan bergerak-gerak tidak beraturan, lalu perlahan-lahan membentuk sebaris kalimat.

Harry cukup puas dengan kalimat itu. Dia lalu menutup dan mengantonginya. Dia menoleh mencari-cari juniornya-yang juga merangkap calon kakak iparnya. Rupanya Ron sudah berada di baris yang sama dengannya dan sedang melakukan hal yang sama dengan yang barusan dilakukan Harry.

“….van der Baahn menukik, apakah dia melihat Snitch? Oh tidak, dia diblokir oleh Noriega….GOL TESLA!! Sekarang 90-30 untuk Harpies…..van der Baahn mengejar Noriega….dia meliuk bagus sekali menghindari Bludger…ooh Bludgernya kena Noriega…dia pasti konsentrasi penuh pada Snitch…..sekarang van der Baahn di depan Noriega dan…..ya!!! Dia dapat Snitch-nya!! 240-30 untuk Harpies dan kita memimpin klasemen!”

Sorakan riuh penuh kegembiraan mengiringi Mariana van der Baahn yang berkeliling stadion memamerkan Snitch yang ditangkapnya. Dia terlihat bahagia sekali, bisa mengalahkan Seeker timnas Bolivia. Noriega sendiri tampak menyesali kesalahan konyol yang dibuatnya tadi. Kesempatannya memenangkan Cannons lenyap karena terlalu bernafsu mendapatkan Snitch.

Harry menoleh ke Ron yang tampak luar biasa kecewa. Tiba-tiba dia menegang dan langsung mengeluarkan notesnya dan mengetuknya dengan tongkat sihirnya. Seketika Harry merasakan notesnya bergetar. Cepat-cepat dikeluarkannya dan membaca pesan dari Ron. ‘Harry, aku lihat Rowle, atau Yaxley, aku tidak yakin. Tapi pasti dia Death Eater. Kau kejar Dolohov, aku kejar si Death Eater ini. Dia pasti bertugas melindungi Dolohov dari kejaran Auror.’
Harry mengetukkan tongkat sihirnya, mentransfer pikirannya ke bentuk tulisan di notes ‘copy that. Hati-hati’

Harry langsung membalik halaman, membuka halaman sebelumnya dan membaca kalimat yang dibuat secara magis oleh garis-garis halaman notes. Itu adalah koordinat posisi Mr.’Dorset’. Harry langsung berlari keluar. Di luar stadion di langsung ber-Disapparate dengan memikirkan koordinat yang ditunjukkan notesnya.

*****
Harry ber-Apparate di Hyde Park, London. Itulah koordinat yang ditunjukkan ASE-nya tadi. Dia memandang berkeliling. Tempat itu penuh dengan para pelancong yang sedang menikmati London. Menemukan satu orang tertentu akan sulit diantara kerumunan turis dan seniman jalanan. Harry berjalan menembus keramaian Hyde Park mencari tanda-tanda keberadaan Dolohov. Harry mencopot jubahnya dan menjejalkannya ke tas ransel yang disihirnya dari udara kosong.

Hati-hati, pikirnya, Dolohov nggak akan ragu-ragu mengorbankan ratusan Muggle ini supaya bisa lolos dariku.

Dan Harry melihatnya. Jubah penyihir itu sama sekali tidak cocok dengan lingkungan sekitarnya. Mungkin jubahnya bisa menyamarkannya diantara para penyihir di stadion Harpies, tapi tidak disini. Diantara para turis yang mengenakan T-shirt dan jeans, jubah penyihir yang dikenakannya sangat mencolok mata. Seakan-akan Dolohov membawa papan neon raksasa bertuliskan “AKU PENYIHIR!”

Harry dan para Auror sudah lama belajar untuk berpakaian ala Muggle secara wajar. Kerumunan orang adalah cara yang termudah dan tercepat untuk menghilang, begitu juga dengan kegelapan malam. Jika kamu berbeda dengan lingkunganmu, maka tamatlah riwayatmu, jadilah bunglon, berbaurlah dengan keramaian, manfaatkan mereka untuk menyembunyikanmu, itulah doktrin yang berkali-kali dijejalkan pelatih penyamaran mereka di Auror Training Facility. Tentu saja Harry bisa mengandalkan Invisibility Cloak warisan keluarganya. Tapi itu agak merepotkan untuk situasi pengejaran buronan.

Dolohov berbelok dengan cepat dan masuk ke sebuah lorong sempit dan menghilang. Harry bergegas mengikutinya. Apakah aman masuk ke dalamnya? Siapa tahu ada komplotannya yang menyiapkan pesta kejutan untukku? pikir Harry mempertimbangkan situasinya. Dalam sedetik dia mengambil keputusan.

Harry memasuki lorong yang sama dan mempercepat langkahnya. Dia melihat Dolohov tergesa-gesa berbelok ke lorong lainnya. Harry menyusulnya beberapa detik kemudian. Dia tiba di daerah pertokoan London yang nggak se-hip Soho, dan melihat Dolohov di kejauhan. Jalanan ini dipenuhi restoran dan rumah makan berbagai etnis bangsa. Karena sekarang belum jam makan siang, maka suasananya masih sepi.

Harry mempercepat langkahnya. Di depan sebuah rumah makan dia sudah berjarak dua langkah dari Mr Dorset gadungan itu. Dia bermaksud mengejutkannya.

“Mr. Dorset, anda disini?” sapanya keras.

Dolohov melonjak terkejut mendengarnya. Dia menoleh dan menatap Harry dengan penuh horor. Dia tidak menyangka Harry bisa menemukannya. Secara refleks dia meraih ke saku dalam kiri jubahnya.

“I-I-Iya, saya ehh….” sekilas dilihatnya papan nama rumah makan di sampingnya (Anindya’s, Indonesian Cuisine) “saya merasa agak lapar dan ingin makan di Anindya’s…”

“Oh, apakah enak disini? Saya juga agak lapar. Bagaimana kalo kita makan bersama? Sebagai sesama fans Harpies…” tawar Harry sambil tersenyum ramah.

“Tidak-tidak. Saya ingat ada urusan lain. Mendesak. Bye,” tolak Mr Dorset kasar. Dia langsung berbalik dan masuk ke sebuah lorong sempit lainnya.

“Selamat tinggal, Mr Dolohov!!” seru Harry.

“Ya,” jawab Dorset alias Dolohov itu. Dia langsung membeku. Dan perlahan-lahan berbalik menghadap Harry,tatapannya penuh keterkejutan.

“Anda tidak sedemikian bodohnya mengira saya percaya nama anda adalah Abner Dorset kan, Mr. Antonin Dolohov?” tanya Harry masih dengan senyum ramahnya, walaupun nada bicaranya terasa sangat tajam.

Dolohov langsung mengeluarkan tongkatnya dan berseru ‘Stupefy’, cahaya merah memancar dari ujung tongkatnya. Tapi Harry sudah siap dari tadi. Dia sudah mengeluarkan tongkatnya dan membuat perisai perak dari udara kosong. Sinar merah itu memantul dari perisai dan menghantam dinding lorong kecil itu. Seketika suasana menjadi kacau. Beberapa orang berlari keluar dari Anindya’s sambil menjerit ketakutan.

Harry mengirimkan sebuah mantra ke Dolohov, telak mengenainya, tapi Dolohov sendiri tidak terpengaruh. Dia cuma bergetar sedikit dan tertawa mencemooh.

“Cuma begitu saja, Potter? Expelliarmus!” seru Dolohov.

Harry tidak sempat mengelak, tongkatnya terbang dari genggamannya. Sekarang dia defenseless, sama kuatnya dengan agar-agar melawan pisau dapur. Cepat-cepat dia menukik masuk ke dalam Anindya’s. Di dalam restoran itu sudah kosong, kecuali seorang laki-laki muda berumur sekitar dua puluh tujuh tahun, melongo memegang pisau dapur dan panci penggorengan. Harry mengibaskan tangannya, menyuruh laki-laki itu (pasti Anindya si pemilik, pikir Harry) untuk berlindung. Harry lega sekali melihat si pemilik restoran langsung menurutinya. Harry bergegas menuju ke belakang.

Sedetik kemudian, dinding samping restoran meledak dan hancur lebur. Dolohov masuk dan mengibas-ngibaskan tongkatnya seperti pedang, sinar ungu yang keluar dari ujung tongkatnya menyayat dinding, meja, kursi, dan apapun yang dilaluinya seperti pisau menyayat mentega.

“Potter! Apa yang kau lakukan tadi? Kamu cuma membuatku tidak bisa Disapparate? Memangnya kenapa? Aku bisa sekalian membunuhmu dan membalas dendam Tuanku! Kenapa sembunyi? Masa Auror Kementerian payah sekali?” cemooh Dolohov.

Harry tidak bereaksi pada provokasi Dolohov. Dia memandang sekeliling tempat berlindungnya. Dia meraih sebuah botol merica dan sebuah panci pengorengan. Ini cukup, pikirnya. Dolohov berjalan mendekati persembunyian Harry, tongkatnya dikibaskan lagi dan meja kasir terbelah menjadi dua, tepat di samping persembunyian Harry.

“Aku punya satu pertanyaan sebelum kamu kubunuh, Potter. Bagaimana caranya kamu bisa tahu kemana aku ber-Apparate?”

Harry melemparkan botol merica itu ke dinding seberangnya. Botol merica itu pecah di samping Dolohov. Dolohov berbalik dan refleks menyambarkan sinar ungu tongkatnya ke arah pecahnya botol merica itu. Kesempatan yang tidak disia-siakan oleh Harry. Dia melompat keluar dari persembunyiannya dan menghantamkan panci penggorengan ke tangan pemegang tongkat Dolohov dari bawah ke atas. Tongkat Dolohov terbang melayang dari genggamannya.

DUANGG!!!

Panci itu bergetar hebat saat Harry menghantamkannya ke wajah Dolohov. Dolohov langsung terpental ke dinding dan terpuruk mengenaskan. Harry melepaskan penggorengannya dan dengan kasar menarik jubah Dolohov dan bersiap melepaskan tinjunya.

“INI UNTUK REMUS LUPIN, @#*&%§$!!!”

Tapi Harry tidak melepaskan tinjunya karena Dolohov sudah pingsan duluan. Harry melepaskan cengkeramannya dan Dolohov merosot terpuruk di lantai, darah mengucur dari hidung dan mulutnya. Harry mendengar seseorang bergerak dari dalam dapur. Harry menoleh dan melihat si pemuda berdiri takut-takut menatapnya.

“Nggak apa-apa. Sudah selesai kok,” kata Harry sambil mengusap keringat di keningnya.

“Anda siapa, Sir? Kalau saya boleh tahu?”

“Auror. My name is Potter, Harry Potter,” jawab Harry sambil tersenyum.

“Namaku Anindya Tejomartoyo. Saya pemilik restoran ini,” kata si pemilik restoran dengan bahasa Inggris lancar berlogat Asia Tenggara.

“Senang berkenalan dengan anda, Mr emmm….maaf nama anda agak sulit saya lafalkan.”

“Tejomartoyo. Panggil saja Aan. Kalau masih sulit, Joe juga boleh. Semua teman dan pelanggan saya di London memanggil saya Joe.”

“Ah ya. Joe. Bisa saya minta tolong sebentar? Tolong jaga supaya orang ini nggak kemana-mana. Hajar saja kalau dia macam-macam.”

“Baik, Sir.”

Harry melangkah keluar restoran. Rupanya keramaian di dalam restoran tidak menarik banyak perhatian. Orang-orang cuma berlalu tanpa menaruh banyak perhatian. Cuma beberapa orang dengan seragam restoran Anindya’s yang menatapnya takut-takut. Harry memungut tongkat sihirnya dan kembali masuk ke dalam restoran. Dolohov rupanya sudah mulai siuman, badannya bergetar sedikit. Harry mengayunkan tongkatnya dan menggumam Incarceros, dan seketika tali-tali meluncur keluar dari tongkatnya dan mengikat Dolohov. Harry melirik ke Joe, dan melihat kalau Joe tidak menampakkan tanda-tanda keterkejutan atas sihir yang dilakukannya.

“Anda penyihir, Sir?” tanya Joe.

“Benar. Anda nampaknya tidak terkejut,” selidik Harry.

“Ah, itu karena di negeri asal saya juga ada penyihir,” jawab Joe tenang.

Harry mengangguk. Dia sudah mendengar bahwa para penyihir di Indonesia tidak perlu hidup dalam kerahasiaan. Mereka malah menjadi semacam selebritis. Negeri yang aneh, pikir Harry. Kemudian dilihatnya ada seporsi makanan yang masih utuh, selamat dari kekacauan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh Dolohov tadi.

“Ini apa?” tanya Harry sambil mengangkat piring makanan tersebut.

“Itu sate, Sir. Makanan khas dari Pulau Jawa. Enak lho,” jawab Joe sekalian berpromosi.

“Sate?”

“Ya, Sir. Sate. Anda bisa melafalkannya sa-tay. Dalam daftar menu saya tulis Indonesian Chicken Grilled Barbecue, ini salah satu menu favorit pelanggan restoran ini.”

Harry mencicipinya. Rasanya sangat….spicy. Tapi juga lezat. Harry tidak bisa memutuskan apakah ini akan menjadi masakan favoritnya. Tapi jelas dia akan mengajak Ginny dan Mrs. Weasley kemari. Mereka suka berwisata kuliner.

“Joe. Aku sangat berterima kasih dan minta maaf atas kerusakan yang aku serta si buronan ini timbulkan….”

“Jangan khawatir, Sir. Restoran saya dilindungi asuransi.”

“Termasuk dari insiden penyerangan oleh penyihir?” tanya Harry. Harry sangat menyangsikan ada perusahaan asuransi di London, atau bahkan di dunia Muggle manapun, yang menyediakan premi perlindungan terhadap kerusakan seperti insiden yang barusan ditimbulkan olehnya dan Dolohov.

“Well, tentu saja tidak…” jawab Joe sambil meringis.

“Aku akan memperbaiki restoranmu menjadi seperti baru lagi,” jawab Harry. Dia lalu mengayunkan tongkatnya meliputi seluruh restoran. Dalam sekejap seluruh kerusakan di restoran lenyap, seakan-akan tidak pernah terjadi insiden apapun. Dinding-dinding menjadi utuh, meja dan kursi teratur lagi, yang terbelah menyatu kembali. Saat melakukannya dia teringat pada kejadian di musim panas delapan tahun yang lalu, saat Professor Dumbledore dan calon guru ramuan Horace Slughorn melakukan hal yang sama persis.

“Dan aku akan minta maaf satu hal lagi,” kata Harry sambil melambaikan tongkatnya untuk terakhir kalinya, mengirim sinyal biru yang keluar melesat dari restoran keluar lewat pintu depan dan menghilang di udara London.

“Sir?” tanya Joe heran. Dia lebih heran lagi ada dua orang yang muncul entah dari mana di dalam restorannya. Dan tambah heran ada tambahan empat orang lagi yang muncul dengan seragam berbeda.

“Aku terpaksa harus menghapus ingatanmu akan insiden ini. Tapi aku akan mempromosikan restoranmu ke teman-temanku...”

“Ah begitu. Yah, tidak apa-apa, Sir. Dan terima kasih atas promosinya.”

Saat Joe menutup mulutnya, kedua Obliviator itu mengayunkan tongkatnya, memodifikasi ingatan Joe dan pegawai restorannya yang sudah berkumpul masuk ke restoran. Setelah itu Harry, dua Obliviator, empat penjaga Azkaban (sekarang penjaga Azkaban adalah penyihir biasa, bukan Dementor), beserta Dolohov, ber-Disapparate dari restoran ini.

Mereka semua ber-Apparate di anjungan Penegakan Hukum, bagian khusus Kementerian yang menangani transfer buronan yang tertangkap, terpisah dari Atrium Kementerian. Harry lalu beranjak keluar dari anjungan itu saat Dolohov berteriak.

“Caranya, Potter! Gimana caranya kamu melacakku setelah keluar stadion? Mustahil kamu tahu kemana aku ber-Apparate!!”

Harry berbalik dan berjalan mendekati buronan yang tertangkap itu. Dia lalu mengeluarkan manset perak dari saku jubah Dolohov dan mengacungkannya di depan wajah Dolohov.

“Ini. Benda ini memancarkan sinyal yang akan diterima ASE – Auror Surveillance Equipment, kalau anda tidak tahu, yang aku pegang. Benda ini akan memberitahukan posisimu dimana pun di muka bumi ini. Nah, selamat menikmati Azkaban kembali. Jangan khawatir, tidak ada Dementor lagi kok,” kata Harry sambil berlalu dari hadapan Dolohov yang tercengang.

Harry berjalan keluar dari anjungan Penegakan Hukum dan berbelok menuju Atrium. Dia dicegat oleh dua rekan Aurornya, Daniel Grint dan Rupert Radcliffe. Mereka berdua adalah juniornya, rekrutan baru dari Auror Camp dua bulan lalu.

“Hai, Mr. Potter. Oh ini ada pesan dari Mr.Weasley,” kata Grint seraya menyerahkan sebuah perkamen kecil.

“Mr. Weasley yang mana? Ada Mr. Arthur Weasley, Kepala Hubungan Muggle, lalu Mr. Percy Weasley, Deputi Junior Menteri Shacklebolt, dan Ronald Weasley, Auror,” tanya Harry sambil menerima perkamen itu, “dan kalian mau kemana?”

“Ronald, tentu saja. Dan selamat ya, tunanganmu tadi main hebat sekali! Kita nonton siaran langsungnya di WTV!” seru Radcliffe,”kami mau ke Hogsmeade, patroli rutin.”

WTV adalah The Wizard Television. Akhirnya para penyihir punya jaringan TV sihir sendiri, walaupun masih dikendalikan oleh Kementerian Sihir. Harry membuka pesan dari Ron tersebut dan membacanya,

Harry, aku sudah pulang setelah menangkap Death Eater yang satu lagi. Dia Thorfinn Rowle. Aku sekarang sudah di toko George, ada sedikit urusan. Laporanku kutinggal di mejaku, tolong poles dikit ya, biar kelihatan menarik gitu buat si boss. Thanks. Ron.

Ah ya. Laporan. Bagian pekerjaan Auror yang paling membosankan, pikir Harry sambil naik ke lift menuju kantornya.

******
The Burrow malam itu terlihat meriah. Banyak sekali yang datang pada pesta malam ini. Harry bersyukur telah mengirim Kreacher untuk membantu Mrs. Weasley, walaupun para Mrs. Weasley generasi baru seperti Fleur, Ivanka (istri Charlie), Penelope (istri Percy), Verity (mantan pegawai Weasley Wizard-Wheezes yang naik pangkat menjadi istri George), Hermione (masih calon Mrs. Weasley, tinggal tunggu tanggal pengesahannya), dan Ginny juga membantu, tapi Kreacher jauh lebih ahli menangani pesta ketimbang mereka. Lagi pula Ivanka dan Verity sedang mengandung.

Victoire dan Teddy Lupin berlarian di halaman dengan riang, diawasi oleh kakek mereka. Teddy Lupin rupanya dijemput dari kediaman Tonks oleh Hermione. Mrs Tonks sedang ngobrol dengan Ivanka dan Charlie, yang baru datang dari Rumania. Harry sendiri duduk berdua dengan Ginny di pojokan halaman.

“So, bagaimana tadi misinya, Mr Auror?” tanya Ginny sambil tersenyum.

“Lancar. Selesai waktu van der Baahn menangkap Snitch. Si Dolohov mengira dirinya cerdik, tapi yah…begitulah…” kata Harry sambil melambaikan tangannya, berlagak biasa saja.

“Hmmm…apa ada kejadian menarik?”

“Tidak. Biasa saja. Sama seperti penangkapan buronan lainnya.”

“Yang benar? Kamu nggak berusaha membuat aku terkesan kan, Mr. Auror?” tanya Ginny sambil tersenyum.

“Kalo aku berusaha membuatmu terkesan, pasti aku sudah menambahkan kalo Dolohov punya sebatalion pasukan bantuan, naga, orcs...”

“Basilisk…” tambah Ginny sambil tertawa kecil.

“Ya, itu juga boleh, lalu ada pertumpahan darah, dan aku akan menang biarpun sendirian,” kata Harry sambil menghirup Mead-nya.

“Hmm mungkin Ron lebih seru ceritanya,” kata Ginny sambil melirik ke Ron dan Hermione yang ada di seberang mereka.

“Ya, aku sudah baca laporannya. Apa benar dia memang bertarung mati-matian melawan Rowle?” tanya Harry.

“Bertarung mati-matian? Dia hanya berteriak ‘berhenti Death Eater! Aku Auror!’ dan seketika seluruh stadion mengepung Rowle, dan Ron terpaksa membubarkan stadion yang berniat membantai Rowle...”

“Hmm, jadi itu maksudnya bertarung mati-matian? Khas Ron…”

Mereka berdua tertawa. Pada saat yang bersamaan, Mrs Weasley paling senior, istri Arthur Weasley, memanggil semuanya untuk berkumpul di meja yang sudah disiapkan di halaman The Burrow. Victoire berlari menuju ‘Auntie Ginny’ dan langsung melompat ke pelukannya. Teddy mengarahkan larinya ke ayah baptisnya dan menerjangnya sambil tertawa-tawa.

“Hari ini kita berkumpul, untuk memperingati The Battle of Hogwarts, dan mengenang mereka yang telah tewas supaya kita dapat menikmati hari ini”, kata Mr. Weasley, suaranya bergetar, sambil mengangkat pialanya, “putra kami Fred, dan sahabat kita Remus dan Nymphadora Lupin, dan banyak pahlawan lain yang dengan berani mengorbankan jiwa mereka supaya kita dapat memperoleh hidup yang lebih baik. Mereka memang sudah pergi, tapi takkan dilupakan. Untuk para pahlawan kita….”

Mereka semua bersulang dalam selingkup malam. Victoire dan Teddy yang masih balita tidak paham dengan kesedihan yang melingkupi para paman, bibi, kakek dan nenek mereka. Tapi kesedihan hanya berlangsung sebentar. Mereka kemudian melanjutkannya dengan makan malam yang lebih ceria. Celotehan dan obrolan malam diiringi dengan tawa riang para peserta jamuan makan. Jarang-jarang mereka semua bisa berkumpul makan bersama. Kreacher tidak henti-hentinya mengalirkan tambahan makanan dan minuman.

“Harry,” panggil Percy dari ujung seberang meja, “si tua Faircroft akan pensiun dua bulan lagi. Menurutmu siapa yang pantas menggantikannya?”

“Hmm…mungkin Alistair McCready. Dia cukup bagus,” jawa Harry sambil menyerang steak-nya dengan ganas seerti naga menyambar kambing.

“Ha..Abhu…shuju,” timpal Ron, mulutnya masih penuh dengan kentang dan buncis.

“Ron! Perhatikan sopan santunmu!” tegur Mrs. Weasley dan Hermione bersamaan. Yang lainnya tertawa. Hermione memerah wajahnya.

“Maksudku aku setuju,” sengal Ron, setelah cepat-cepat menelan makanannya dan nyaris tercekik.

“Menteri Shacklebolt punya calon lain. Namanya Harry James Potter. Kamu setuju?” tanya Percy sambil mengawasi Harry lekat-lekat seakan-akan Harry adalah spesimen Laboratorium Herbologi.

Semuanya terdiam. Potongan steak di ujung garpu menggantung pasrah di udara, terlupakan oleh Harry. Yang lainnya juga terkejut dengan pernyataan Percy. Mereka ikut menatap Harry. Bahkan Teddy dan Victoire juga ikut-ikutan menatap Harry.

“Aku? Kenapa?”

“Menurut Menteri, hal ini akan baik bagi moral para Auror. Orang yang mengalahkan Lord V-V-Voldemort,” dia dan banyak penyihir lainnya masih kesulitan mengucapkan nama Tom Riddle dengan bebas,”pantas memimpin Korps Auror. Bagaimana?”

“Akan kupikirkan,” jawab Harry, tepat pada saat ASE-nya berdengung. Harry memeriksanya, dan tercekat. Segala percakapan tentang calon Kepala Auror langsung terlupakan saat membaca ASE-nya.

“Mr Weasley, Mrs Weasley, semuanya, maafkan saya. Ada penugasan dari Markas. Terpaksa saya tinggal. Kreacher, setelah selesai di sini, kau boleh langsung pulang.”

“Baik, Master Harry,” jawab Kreacher.

“Kamu mau kerja lagi? Tidak bisakah dilimpahkan ke yang lainnya?” tanya Ginny. Dia dan Harry memang jarang bertemu karena penugasan Auror dan tur Harpies menyulitkan mereka untuk saling bertemu secara teratur.

“Tidak. Maaf. Ayo Ron!”

“Aku juga harus ikut?” tanya Ron agak kesal melihat banyaknya makanan yang belum dicicipinya. Tapi dia juga langsung bangkit mengikuti Harry.

“Ya,” jawab Harry. ”Maaf Mr. Weasley, Mrs Weasley, semuanya. Kami ada penugasan. Tidak usah menunggu kami pulang. Ini agak sulit daripada penugasan tadi pagi.”

“Memang siapa yang bikin kacau?” tanya Bill.

“Fenrir Greyback. Sekarang purnama,” seketika semuanya menengadah ke langit, menatap bulan purnama emas di angkasa,”dan Greyback terlihat intel di sekitar Nottinghamshire, dekat hutan Sherwood. Nah kami berangkat sekarang.”

Dalam dua langkah panjang Harry dan Ron berjalan menyeberangi halaman dan langsung ber-Disapparate, menghilang dari pandangan semua orang.


The End


Catatan penulis
1.Undang-Undang Perlindungan Makhluk Sihir juga dikenal dengan Granger Act, mengacu pada inisiatornya yaitu Hermione Granger, dan ditetapkan tanggal 25 Februari 2001, tiga tahun setelah peristiwa Battle of Hogwarts.
2.Divisi Pengembangan Teknologi Sihir dibentuk oleh Kepala Auror Galahad Faircroft untuk mempermudah perburuan para kriminal sihir. George Weasley memperoleh kontrak besar untuk menyuplai segala peralatan yang dikembangkan Divisi Pengembangan Teknologi Sihir, secara rahasia.
3.Keluarga Malfoy sadar bahwa emas saja tidak dapat memberikan mereka kebebasan dari pengadilan, maka mereka setuju untuk menyuplai informasi kepada Markas Auror. Berkat merekalah, intelijen dapat mengungkap keberadaan Antonin Dolohov, Augustus Rookwood, Avery, dan Mulciber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar