Jumat, September 25, 2009

Execution, Extinction

Judul yang provokatif ya?
Hehehehe
Ini adalah chapter terbaru dari manga favoritku, Bleach karangan Kubo Tite (aslinya Noriaki Kubo) yang diterbitkan oleh Weekly Shonen Jump.

Di chapter ini diceritakan tentang kematian Coyote Stark, Primera Espada dari para Arrancar pimpinan si pengkhianat Soul Society Aizen Sousuke. Rupanya Kyouraku Shunsui bener2 salah satu dari 4 kapten terkuat di Gotei 13. Terbukti dia bisa membunuh Primera Espada hanya dengan shikai dari Katen Kyokutsu.

Seperti biasa, saat kematian seorang karakter dalam Bleach selalu diawali dengan sebuah flashback. Dan tradisi ini berlanjut. Stark yang kesepian mengenang masa lalunya dan sadar bahwa ternyata dia tidaklah sendirian karena selalu ditemani Lylinette dan Espada lainnya. Kubo tite benar2 mencoba membuat plot twist dengan mematikan satu2nya Espada yang tersisa, yaitu Tercera Espada, Tia Hallibel di tangan................Aizen sendiri.

Whoa!
Ada apa ini? Kenapa Aizen membunuh jendral perangnya sendiri? Apakah dia sudah percaya diri dengan hanya ditemani oleh Tousen Kaname dan Ichimaru Gin?

Rabu, September 23, 2009

Leonardo, The Hunter, dan Il Nuovo Diavolo Rossi

Semua Milanisti di dunia pasti sedang resah dan gelisah. Setelah tsunami di musim panas kemarin, Milan berusaha keras untuk memulihkan diri. Seperti yang diketahui oleh semua orang, musim panas lalu dua orang yang menjadi sosok yang sangat iconic bagi Il Diavolo Rossi pergi meninggalkan Milanello dengan dua alasan berbeda.

Ricardo Izecson dos Santos Leite, yang lebih sering disebut Kaka saja, bermigrasi ke kamp Valdebebas untuk menjadi anggota Los Galacticos Real Madrid. Sedangkan Il Bandiera Rossoneri, Paolo Maldini memutuskan pensiun, hal yang wajar mengingat betapa rentanya Signor Maldini untuk ukuran atlet profesional (sepakbola, kalo atlet catur sih terserah aja mau pensiun usia berapapun...). Belum cukup keguncangan tersebut, Carletto "Carlo" Ancelotti memutuskan untuk mengiyakan ajakan Roman Abramovic untuk menangani Chelsea.

Hilangnya tiga personel inti Milan (pelatih, playmaker, dan leader utama) sangat sukses membuat para Milanisti was-was dan gundah. Awan mendung di atas Milanello seakan-akan enggan pergi. Berturut-turut para pemain incaran lepas dari cengkeraman si Setan Merah (versi Italia).

Dari kasus Aly Cissokho yang aneh (karena batal bergabung hanya karena giginya tonggos. C'mon! Sudah liat giginya Ronaldo de Assis/Ronaldinho kan?), enggannya Wolfsburg melepas Edin Dzeko, lalu cemoohan bos Sao Paulo (ato Santos? Lupa deh) yang menertawakan Milan saat hendak menawar bek Miranda dan memilih untuk bernegosiasi dengan klub Spanyol yang lebih kaya dan mencemooh Milan yang dianggap "fakir miskin". (Emangnya klub Spanyol mana, Pak? Barcelona jelas lebih memilih cantera-nya. Madrid nggak akan mengambil Miranda untuk Los Galacticos Project. Valencia? El Che kan lebih miskin dari Milan sekarang...), lalu Sevilla yang membatalkan negosiasi Luis Fabiano karena Milan terlalu pelit.

Tapi ternyata Project Los Galacticos membawa berkah. Selain dari duit transfer Kaka, Madrid akhirnya bersedia melepaskan Klaas-Jan Huntelaar. Pemain yang dijuluki The Hunter ini akhirnya menjadi pemain yang datang ke Milan musim ini dengan biaya transfer. Sebelumnya Oguchi Onyewu diikat secara free-transfer. Dan Thiago Silva sudah diikat musim semi lalu. Sebagian Milanisti berharap bahwa The Hunter akan bisa meneruskan kehebatan Marco Van Basten.

Dan kapten baru Milan adalah Massimo Ambrosini. Pemain blonde yang akrab disapa Max ini dipilih karena Milan menganut senioritas. Dan Max adalah pemain tersenior, excluding Seedorf, Inzaghi, dan Kaladze. Tersenior disini adalah durasi dia mengenakan jersey Merah Hitam. Apakah dia pantas? Hmmm....opiniku sih tidak. Dia tidak banyak menampilkan kualitas pemimpin saat beraksi. Menurutku yang pantas adalah Alessandro Nesta. Sayang dia kalah lama bergabung dibandingkan Max dan Rhino Gattuso.

Lantas siapa yang menggantikan Don Carlo? Ternyata berlainan dengan spekulasi awal yang menjagokan mantan punggawa Milan yang menganggur, seperti Frank Rijkaard dan Marco van Basten, manajemen Milan memilih mantan sayap kiri dan direktur tekniknya, yaitu Leonardo Nascimento de Araujo.

Bisakah Leonardo? Banyak yang pesimis. Hasil pramusim sangat tidak menggembirakan. Apalagi ditambah fakta bahwa Leonardo baru saja memperoleh lisensi kepelatihannya musim ini. Hal yang tidak wajar. Biasanya pelatih2 di Serie A menapak karir dari divisi sangat bawah. Contohnya Carlo Ancelotti sendiri yang sukses mengangkat Reggiana ke Serie A, lalu direkrut Parma, lalu Juventus, sebelum akhirnya menjadi alenatore terlama di Serie A di Milan. Ciro Ferrara juga menapak dari Bari di Serie B sebelum ditunjuk menukangi Juventus musim ini. Mungkin manajemen Milan terpengaruh euforia kesuksesan Josep "Pep" Guardiola yang di tahun pertamanya di Barcelona mempersembahkan treble. But can Leonardo deliver? For now, "no" seems to be the correct answer. Although I admit, it's too early to judge.


Leonardo bukanlah Ancelotti. Ancelotti saat menjadi pemain AC Milan berfungsi sebagai sayap kanan kreatif yang mampu meracik serangan. Sedangkan Leonardo saat membela Milan adalah sayap kanan yang cenderung menjadi forward. Mungkin terlalu naif membandingkan keduanya berdasarkan posisi mereka saat menjadi pemain. Tapi kesuksesan Pep adalah karena saat aktif menjadi pemain Barcelona, Pep adalah gelandang bertahan yang mengawali serangan (mirip dengan Xabi Alonso atau Andrea Pirlo. Istilah kerennya "deep playmaker").Selain itu, Pep sudah berpengalaman melatih, walaupun hanya tim Barcelona B. Setidaknya dia paham akan beberapa aspek pelatih yang tidak akan dirasakan oleh orang yang baru pertama kali menjabat sebagai pelatih kepala sebuah tim profesional (apalagi di klub kaliber raksasa macam Milan).

Leonardo masih belum mampu mengatasi tekanan. Saat tim dibobol, Leonardo terlihat memucat wajahnya. Selain itu, kemampuannya mengubah alur permainan juga masih belum teruji. Seorang pelatih dalam 90 menit harus memiliki "Plan B" jika taktik dan formasi utamanya macet tidak berfungsi. Leonardo masih berusaha keras mengatasi sindrom "no second plan"-nya. Lumayan berhasil. Setidaknya Marseille sudah merasakannya.

Bukannya mau meremehkan Leonardo. He showed some potential there. But he just need a longer period to learn before he gets the hang of it. Selain itu, The Hunter juga belum nge-klik dengan rekan2nya. Dan si dewa mabuk Ronaldinho berulah lagi. Silvio Berlusconi dan Adriano Galliani berharap banyak pada si dewa mabuk ini (I nicknamed him the drunken lord not because he's getting better when he's drunk, like Jackie Chan in Drunken Master, but because of his habitual drinking hindered him from performing his best talent), tapi si dewa mabuk ini bener menjengkelkan dan tidak bertanggung jawab.

Sudah baca berita bahwa Ronaldinho bermabuk2an di pusat kota Milan di sebuah pesta? Dan saat beberapa Milanisti yang kebetulan juga hadir menyuruhnya pulang karena besok pagi di kamp Milanello ada latihan, dia malah marah2? I mean, what kind of professional athlete is that? D'oh (Homer Simpson mode on).


And lastly, can we do something about Clarence Seedorf? He's sucks as hell. His performance is as consistent as rollercoaster on highest speed. We need consistency and stability. Two things that seldom showed by this dutch. Sure, he was once a great and talented player. But that was centuries ago.



Selasa, September 22, 2009

Lebaran (separuh) Home Alone

Hmm....
Sudah lebaran ya?
Seharusnya lebaran disambut dengan gembira kan? Kita memaafkan dan dimaafkan, dihapus dosa2nya. Dan lebaran adalah hari raya yang ditunggu2 olehku. Kenapa? Bisa ke Surabaya dan ketemu sama saudara2 sepupu. Dan menikmati kota Surabaya yang lengang. Tapi tidak lebaran kali ini. Sigh.

Lebaran kali ini aku home alone di Solo saja. Sebenarnya tidak home alone, soalnya ada adik yang juga gak ke Surabaya. Yang sowan ke tempat nenek di Surabaya hanyalah ayah dan ibu. Kenapa? Resiko pekerjaan. Bukan pekerjaan ayah dan ibu, dan juga bukan pekerjaanku. Tapi pekerjaan adik.

Secara kebetulan aku dan adik bekerja di perhotelan. Aku di Hotel Narita Internasional Surakarta, sedangkan adikku bekerja di The Sunan Hotel. Aku di bagian umum, dan dapet libur pas tanggal merah aja. Lumayan tanggal merah Lebaran kali ini adalah hari senin dan selasa, sehingga aku dapet libur tiga hari. Sedangkan adikku kerja di the Sunan sebagai Guest Relation Officer. Tidak dapet libur. Bahkan saat Shalat Ied pun adikku gak ikut karena harus masuk kantor.

Sebenarnya gak masalah sih. Toh ini adalah resiko pekerjaan. Hotel kan kalo liburan berarti duit. Apalagi The Sunan yang bintang empat, semua harus dikerahkan buat melayani para tamu. Apalagi shalat ied kan sunnah, jadi gak shalat ied gak apa2 lah. Hehehe...Masalahnya adalah sudah dua lebaran ini aku dan adikku gak sowan ke tempat eyang di Surabaya.

Lebaran tahun kemaren gak sowan ke tempat eyang di Surabaya soalnya.....gara2 aku. Aku kena flu pas malem takbiran. Dengan rencana berangkat ke Surabaya setelah shalat ied, batallah berangkat ke Surabaya karena sopir utamanya (aku dalam hal ini, hihihihi) terkapar.

Liburan lebaran sendirian di rumah. Ortu di Surabaya, adik ngantor, dan aku bengong di rumah. Untung sejuta untung, speedy sekarang sudah unlimited (walaupun dengan kualitas bandwith dan speed yang so-so aja). Jadi bisa deh puas2in berinternetan. Lumayan ada hiburan. Donlot filem. Facebook.

Akhirul kata: Taqabullahu minna wa minkum. Minal Aidzin wal faidzin.
Mohon dimaafkan segala kesalahan dan kekhilafan.
(awas kalo gak dimaafin!)

Cheers, everyone...

Jumat, September 04, 2009

Kejutan 30 Juli : A Harry Potter Fanfiction

Disclaimer: Semua milik JKR, Warner Bros, dan Bloomsbury, kecuali karakter Joe
Rating: PG-13
Genre: drama, romcom, humor
Note: Aku nggak yakin ini AU apa nggak, tapi ini jelas canon

Kementerian Sihir, London, 31 Juli, jam 15.23

"Potter! Kubunuh kau!", raung Phillip Devlin dari seberang ruangan.

"Silahkan saja," jawab Harry acuh tak acuh, seakan ancaman Devlin adalah rutinitas kantor,"aku toh perlu olahraga setelah belakangan ini cuma ongkang-ongkang kaki di belakang meja."

Devlin mengeluarkan tongkat sihirnya dan bersiap menyerang Harry. Sayangnya, karena lawannya adalah salah satu Auror terbaik Kementrian, saat tongkatnya baru separuh terangkat, Harry sudah menodongkan tongkatnya persis lima senti di depan hidung pegawai Departemen Permainan Sihir Kementerian Sihir itu.

"Nah, Mr Devlin," tanya Harry sambil tersenyum lebar,"bagaimana dengan ancaman anda tadi?"

Phillip Devlin hanya menggerutu, dan teman-temannya tertawa, termasuk sepasukan Auror di belakang Harry.

Sebenarnya apa yang terjadi di Kementerian Sihir sehingga Harry menerima ancaman pembunuhan dari rekan sekantornya itu? Ceritanya berawal dari sebulan yang lalu.


Anindya's, London, 5 Juli, sekitar jam 8 pagi.


Restoran masakan Indonesia di dekat Hyde Park itu sebenarnya belum buka jam 8 pagi. Tapi Joe si pemilik kaget saat datang ke restorannya dan menemukan seorang pemuda berkacamata dengan setelan kantor rapi sedang duduk membaca The Times.

"Halo, Joe!" sapa pemuda itu.

Darimana dia tahu nama panggilanku? Apa dia pelanggan lama? pikir Joe. Dia lalu melirik ke pegangan pintu masuk restorannya. Tidak ada tanda pendobrakan paksa, pikir Joe heran, lalu bagaimana caranya dia masuk? Dan kenapa alarmnya nggak bunyi?

"Jangan khawatir, Joe. Aku bukan penjahat. Aku masuk dengan sedikit sihir," ujar pemuda itu, seakan-akan dia bisa membaca pikiran Joe.

"Ah, jadi anda pesulap?" tanya Joe.

"Semacam itulah," jawab pemuda itu sambil nyengir lebar. Sebenarnya dia mengatakan dia masuk dengan magic, yang punya dua arti, sihir dan sulap.

Joe kemudian berjalan ke dapur dan memasang celemek kerjanya, dia punya firasat bahwa pemuda itu bukanlah orang jahat. Lagian kalau dia orang jahat, pasti nggak akan menunggunya datang dan menyapanya kan?

"Joe, punya menu sarapan, tidak?" tanya pemuda itu, "Butler-ku sedang cuti hari ini, dan aku kelaparan sebelum berangkat kerja."

"Ada, Sir. Anda mau nasi liwet khas kota Solo?" tawar Joe.

"Bolehlah."

Joe kemudian menyiapkan nasi liwet dan si pemuda melanjutkan membaca The Times. Tapi saat Joe melirik ke pemuda itu, nampak jelas kalau dia sedang gelisah. Duduknya tidak tenang, matanya tidak fokus pada satu artikel pun di koran tersebut, dan cara membalik halamannya pun dengan tergesa.

"Anda sedang ada masalah, Sir?" tanya Joe saat menghidangkan nasi liwet dan secangkir kopi ke pemuda itu.

"Ah, makasih. Yah, begitulah," jawab Harry sambil mulai menyantap sarapannya.

Joe sudah di dapur saat pemuda itu memanggilnya lagi. Dia berjalan menghampiri si pemuda itu. Sarapannya sudah ludes dalam sekejap.

"Joe, kamu sudah menikah belum?" tanya si pemuda itu keluar dari biru (maksudnya out of the blue). Joe agak terhenyak mendengar pertanyaan si pemuda itu.

"Maaf Sir, sebelum saya memberikan jawaban, bisakah anda memberitahukan kepada saya nama anda, karena saya sama sekali tidak dapat mengingat anda dan nama anda," elak Joe sambil mengulur waktu.

"Oh, my name is Potter. Harry Potter," jawab si pemuda sambil tersenyum.

Emang dia saudaranya James Bond, sampai cara memperkenalkan dirinya pun sama? pikir Joe sambil menjabat tangan Harry.

"Well, Sir. Sebenarnya saya belum menikah sama sekali, walaupun saya sekarang berumur 29 tahun. Orang tua saya di Indonesia juga sudah berkali-kali menanyakan kepada saya kapan saya akan menikah. Yah, belum ada jodohnya mungkin," kata Joe sambil tersenyum.

"Oh begitu. Yah, sebenarnya aku hendak melamar pacarku. Cuma aku nggak begitu tahu cara yang tepat melamarnya. Perempuan kalau hal-hal beginian kan sensitif. Mereka inginnya dilamar secara romantis, sedangkan aku sama sekali nggak romantis. Aku lebih suka menghadapi naga daripada harus menghabiskan semalam suntuk ber-candlelight dinner."

"Hmm..apakah pacar anda tahu tentang preferensi anda itu? Tentang 'lebih baik menghadapi naga daripada candlelight dinner bersamanya'?" selidik Joe.

"Yah, dia sih sudah tahu. Tapi tahu sendiri kan perempuan itu bagaimana? Mereka bersikukuh kalau lamaran nikah adalah peristiwa sekali seumur hidup, harus sangat berkesan bagi mereka. Aku tak mau mengecewakannya," kata Harry setengah murung sambil mengaduk-aduk kopinya.

"Kalau dia sudah tahu, itu keuntungan Anda, Sir. Anda bisa melamarnya dengan cara yang pasti akan dipahaminya," saran Joe.

"Begitu ya? Yah, mungkin kamu benar. Okelah. Makasih Joe atas nasihat dan sarapannya."

"Semuanya £ 15,30 Sir."

"Hah? Saranmu mahal sekali!"

"Tidak, Sir. Sarannya gratis. Cuma sarapan yang anda pesan yang tidak gratis. Sebenarnya cuma £ 10.30. Yang £ 5.00 itu karena anda datang sebelum jam buka," jawab Joe sambil nyengir lebar.

"Oh, yeah right. Nah makasih Joe," kata Harry setelah membayar dengan uang pas, yang kelihatannya seperti muncul dari udara kosong.

"Terima kasih kembali, Sir."


Godric's Hollow , 9 Juli, senjakala.

Harry sedang berlutut di depan makam kedua orang tuanya. Sudah setengah jam dia di sini. Sebuket bunga lili dan dahlia sudah tergeletak di nisan keduanya.

"Mum, Dad. Aku hari ini datang setelah sekian tahun. Apa aku sudah cerita tentang Ginny? Aku benar-benar berharap Mum dan Dad bisa bertemu dan mengenalnya. Dia gadis yang luar biasa. Tiada bandingannya. Sama sepertiku, tapi versi perempuan," Harry tersenyum saat mengucapkan ini, lalu melanjutkannya, "banyak sekali yang bilang dia beruntung mendapatkan aku sebagai pacarnya. Mereka semua salah. Akulah yang sangat beruntung mendapatkannya sebagai pacarku."

Harry terdiam sejenak. Matahari musim panas tidak seganas biasanya di desa kecil ini. Angin sepoi-sepoi berhembus sejuk membelai tengkuknya.

"Tapi aku tidak puas, Mum, Dad. Aku tidak puas hanya sebagai pacarnya. Aku ingin dia menjadi istriku, mengandung dan melahirkan anak-anakku, dan kami membesarkan anak-anak kami bersama. Maka dari itu aku datang kemari untuk memberitahukan kepada kalian, bahwa mungkin aku akan datang kemari beberapa bulan lagi, bersama Ginny sebagai istriku."

Setelah terdiam selama beberapa menit, Harry berkata," Mum, Dad, mungkin cuma itu saja yang hendak aku katakan. Aku bukan orang romantis, jadi aku nggak bisa bilang banyak hal kepada kalian, walaupun aku ingin. Salam untuk Sirius, Remus, Tonks, Professor Dumbledore, Fred, dan Severus."

Harry bangkit dan beranjak keluar dari pemakaman tersebut. Dia menyusuri jalan desa tersebut, yang menuntunnya menuju rumah keluarga Potter, rumah orangtuanya. Saat mengulurkan tangannya dia disambut oleh prasasti monumen tersebut. Harry mengayunkan tongkatnya dan prasasti tersebut menghilang. Harry melangkah masuk ke rumah keluarganya tersebut. Saat melangkahkan kakinya di dalam rumah itu, Harry membayangkan bagaimana orangtuanya hidup di zaman itu.

Dia sampai di sebuah kamar. Dibukanya pintu kamar tersebut dan tahulah dia kalau itu adalah kamar tidur utama, tempat orangtuanya tidur. Harry mengamati sekelilingnya. Matanya berhenti pada meja rias di seberang tempat tidur. Ada sebuah kotak disitu. Harry berjalan dan membukanya. Ada sebentuk logam di dalamnya. Harry memungut dan mengamatinya.

Sebuah cincin. Sederhana sekali desainnya. Cincin emas dengan mata berlian putih. Harry mengerutkan keningnya. Dia mengenalinya sebagai cincin kawin ibunya dari foto-foto pernikahan orangtuanya.

Tapi kenapa di kotak perhiasan? Kenapa Mum tidak mengenakannya saat Voldemort datang? Jawabannya langsung datang di kepalanya. Karena saat itu ibunya sedang mengasuh Harry. Dia tidak merasa perlu memakai cincin kawin karena tidak sedang bepergian, hanya ada suaminya dan Harry di rumahnya.

Tapi kok tidak hilang? pikir Harry lagi. Sekali lagi jawabannya langsung datang. Karena rumah ini tidak bisa dimasuki oleh Muggle. Dan tidak ada penyihir yang berminat menggerayangi rumah ini. Mereka takut Dumbledore memasang perlindungan yang kokoh di rumah ini, mencegah orang-orang yang tidak berkepentingan masuk. Walaupun tidak benar, tapi tidak ada penyihir yang berminat menjadi kelinci percobaan.

Harry tersenyum. Thanks, Mum. Cincin yang sempurna, pikir Harry.


The Burrow, 23 Juli, menjelang malam.

"Paman Hayyi!" seru Victoire kecil saat melihat Harry muncul di The Burrow. Dia langsung lepas dari gendongan Ginny dan lari menuju Harry.

"Halo Vic, sedang disini ya? Sama orangtuamu?"

"Hai Harry," sapa Bill dari ruang tengah. Fleur sedang di dapur, melambaikan sendok sayurnya sebagai ganti sapaannya.

"Gendong!" seru Victoire kepada Harry, lebih terdengar sebagai perintah daripada permintaan.

"Ogah!" jawab Harry sambil tersenyum menggoda ke Victoire.

Victoire langsung cemberut. Dia biasa dipatuhi kalau minta gendong. Baru kali ini dia ditolak.

"Mintanya yang sopan dong, Vic," tegur Bill sambil tersenyum.

"Paman Hayyi, boleh nggak Victoile minta gendong?" tanya Victoire sambil tersenyum manis.

"Ogah ah," jawab Harry berlagak cuek.

Sambil cemberut Victoire berlari ke dapur. Mereka mendengar Victoire merengek minta marshmallow karamel pada ibunya. Ibunya agak kewalahan menghadapi rengekan anaknya tersebut.

"Dia ngambek tuh," kata Ginny sambil tersenyum seraya menghampiri Harry. Dia nampak cantik dengan dandanannya yang kasual tapi rapi dan elegan. Harry menduga, walaupun meragukan kebenaran dugaannya, kalau Ginny minta nasihat kepada Fleur. Rupanya Ginny mempersiapkan sebaik mungkin dandanannya, karena jarang-jarang Ginny dan Harry bisa kencan keluar. Setahun pun bisa dihitung dengan jari tangan berapa kali mereka kencan.

"Biar aja. Sekali-sekali kan boleh," jawab Harry. Sedetik kemudian Victoire berderap memasuki ruang tamu lagi sambil membawa sepotong kecil marshmallow karamel.

"Ini buat Paman Hayyi!" kata Victoire sambil mengangsurkan marshmallow tersebut.

"Oh, terima kasih. Emmm....enak deh."

"Cekalang gendong Victoile, please!" tuntut Victoire lagi.

"Oh, jadi ini tadi bayaran buat menggendong kamu ya?" tanya Harry.

"Iya," jawab Victoire polos. Sambil tertawa Harry kemudian menggendong calon keponakannya itu. Victoile eh Victoire langsung tertawa riang digendong Harry. Ginny, Bill, dan Fleur tertawa melihat ulah Victoire.

"Kamu diajari berdagang gitu oleh siapa?" tanya Harry.

"Diajali Paman Joss!" jawab Victoire.

"Udahan ya!" kata Harry setelah menggendongnya selama dua menit. Victoire langsung cemberut lagi.

"Enggak mau! Kok cuma cebental?" tuntut Victoire.

"Kamu kan berat! Lagian Paman Harry sama Bibi Ginny mau pergi," jawab Harry.

"Mau kencan ya? Ikut!" seru Victoire.

"Nggak boleh! Lagian dari siapa kamu tahu kencan?" tanya Harry heran.

"Dali Bibi Helmayini," jawab Victoire, "jadi Vic boleh ikut?"

"Tetap nggak boleh!"

"Kenapa?" tuntut Victoire.

"Kamu bisa nggak mengikat tali sepatumu sendiri? Kalau bisa, Paman akan pergi sama Bibi Ginny saja. Kalau nggak bisa, Victoire tinggal di The Burrow ini sama orangtuamu," tukas Harry sambil tersenyum dan mengedipkan matanya. Bill, Fleur, dan Ginny tersenyum mendengar syarat dan hadiah yang dijanjikan Harry.

"Ahh, Vic nggak bica ikat tali cepatu!"

"Nah kalau gitu Paman Harry pergi sama Bibi Ginny saja ya?," jawab Ginny.

"Ahhh!" Victoire menjadi semakin manyun menggemaskan.

"Bye! Nanti Bibi bawakan marshmallow coklat deh!" rayu Ginny.

"Yang banyak ya!" tuntut Victoire.

Harry dan Ginny melangkah keluar. Ginny heran karena ternyata ada motor Sirius di halaman The Burrow.

"Kita akan naik itu?" tanya Ginny.

"Iya. Kenapa? kan bosan muter-muter terus ber-Apparate. Dan apa kamu nggak bosan menunggang Firebolt-ku?"

"Enggak. Enggak pernah bosan kok! Kan aku selalu menang naik Firebolt-mu itu."

"Yah, pokoknya aku bosan ber-Apparate, jadi kita naik motor aja."

Ginny mengalah dan membonceng di belakang Harry. Dalam sekejap motor tersebut membubung naik dan melesat membelah angin menuju ke arah yang diyakini Ginny sebagai London.

Harry benar, lebih enak naik motor, pikir Ginny sambil tersenyum saat memeluk Harry dari boncengannya. Walaupun dengan kecepatan segini, rambutku jadi berantakan lagi, lanjut Ginny dalam hati.


Leaky Cauldron, London, 23 Juli, 25 menit kemudian.


"Harry! Ginny!" seru Neville gembira menyambut Harry dan Ginny yang muncul di Leaky Cauldron.

"Hai, Professor Longbottom. Apa kabar?" sapa Harry sambil tersenyum lebar meledek Neville.

"Belum. Belum Professor Longbottom kok. Tapi besok September aku akan benar-benar jadi Professor di Hogwarts. Professor Sprout sudah menerima tawaran Menteri Shacklebolt untuk mengepalai Center of Herbology Research di Kementrian Sihir. Ini benar-benar hebat! Seperti hadiah ulang tahunku dimajukan!" jawab Neville riang.

"Oh, selamat ya Neville," sambut Ginny sambil tersenyum.

"Kalian mau dinner disini? Atau di Rukia's Cafe?" tanya Neville.

"Kayaknya disini saja deh!"

"Yakin?"

"Kenapa memangnya?"

"Disini nggak romantis. Sedangkan di Rukia's lebih romantis buat ehm..pasangan," jawab Neville sambil tersenyum simpul.

"Nev, aku Auror. Aku nggak suka dengan situasi dimana aku nggak bisa memantau keadaan sekelilingku. Suasana di Rukia's mendukung para penyihir hitam buat menyerang kami," tukas Harry setengah serius.

"Memang siapa yang akan menyerang kalian?" tanya Neville heran.

"Entahlah. Orang-orang yang dendam karena teman atau keluarganya kukirim ke Azkaban, atau orang-orang yang dibuat Ginny ini kalah bertaruh Quidditch. Berarti banyak sekali," jawab Harry santai sambil mengangkat bahu.

"Sekarang kamu paranoid," tuduh Neville.

"Memang. Dan itulah yang membuatku masih hidup dan sekarang menjabat sebagai pimpinan Divisi 3 (IntSpecOps) Auror Corps," tukas Harry, masih setengah cuek.

"Ah iya. Terserahlah. Omong-omong Mr dan Mrs Weasley juga sedang makan malam disini," tambah Neville.

"Hah?" tanya Harry terkejut.

"Lho, aku belum bilang ya? Mum dan Dad kan sedang keluar malam ini," timpal Ginny.

"Ya kamu sudah bilang. Tapi kamu nggak bilang kalau mereka juga makan disini!" tukas Harry setengah panik.

"Kenapa memangnya?" tanya Ginny heran.

"Ya, memang kenapa?" timpal Neville.

"Aku ingin berduaan saja sama kamu, Gin. Tidak dengan orang tuamu juga."

"Kalau begitu kita ke Rukia's?" tawar Ginny.

"Ogah. Kita ke tempat lain saja deh!"

"Baiklah, baiklah. Kamu jadi mirip Victoire, deh."

"Biarin. Sorry Nev. Kita nggak jadi makan malam disini," kata Harry memohon maaf ke Neville.

"Nggak apa-apa. Lagian aku juga mau berduaan sama istriku sejenak," jawab Neville sambil tersenyum mengantar Harry dan Ginny keluar dari Leaky Cauldron.


Trotoar di tepi Sungai Thames, London, 23 Juli, sekitar jam 10 malam

"Jadi, sekarang setelah kita menghabiskan kebab dan Cola kita serta sudah menikmati pemandangan Sungai Thames di malam hari, kamu mau melakukan apa sampai-sampai kamu nggak mau makan malam bersama Mum dan Dad?" tanya Ginny sambil menyedot Cola-nya.

"Aku mau menyewa kamar buat kita berdua, sayang ada Mr dan Mrs Weasley. Lagian Neville dan Hannah tidak menyewakannya buat short-time" jawab Harry cuek.

"APA?" seru Ginny sambil melotot, es krim sundae yang dipesannya sebagai dessert terlontar dari genggamannya. Beberapa pejalan kaki menoleh ke arah Ginny dan Harry.

"Becanda. Becanda. Kamu tahu kan, kalau aku nggak akan melakukan hal begituan?" jawab Harry sambil menenangkan Ginny, yang sekarang terlihat mirip Mrs. Weasley saat sedang marah.

Ginny cuma mendelik tidak yakin. Dia selalu yakin pekerjaan Auror sangat glamor, apalagi Harry adalah orang yang sangat terkenal di kalangan penyihir, yang mungkin akan mempengaruhi kepribadiannya. Banyak orang bahkan percaya hanya almarhum Albus Dumbledore yang bisa menyaingi ketenarannya. Sekarang saja ada banyak permintaan pada perusahaan produsen Chocolate Frog untuk memasukkan nama Harry ke dalam kartu koleksi penyihir, bersama dengan anggota Dumbledore's Army lainnya, antara lain Hermione Granger, Ron Weasley, Neville Longbottom, dan Ginny Weasley.

"Emm Gin?" tanya Harry setelah beberapa saat terdiam.

"Apa?" tanya Ginny setengah galak.

"Emmmm....."

"Apaan sih? Yang tegas dong!" tuntut Ginny, setengah jengkel setengah penasaran dengan Harry, yang tidak bersikap seperti biasanya.

Harry mengeluarkan kotak kecil dari sakunya, dan membukanya. Ginny melihat ada sebentuk cincin emas sederhana dengan mata berlian putih. Kesadaran akan arti tingkah aneh Harry langsung masuk ke benak Ginny. Is he going to do what I think he is going to do now? tanya Ginny dalam hati.

Harry nampak berpikir sejenak, kemudian berlutut di depan Ginny. He is, he's going to do it now! pikir Ginny setengah girang setengah panik.

"Maukah kamu menikah denganku, menjadi istriku, mendampingiku seumur hidupku, dan membesarkan anak-anak kita bersama-sama?" tanya Harry dengan sepenuh hati. Dia sudah melatih kata-katanya itu sejak sepuluh hari yang lalu secara intensif bersama Hermione, Ron, dan George di Weasley Wizard Wheezes. Ginny memerah wajahnya. Kegembiraan tidak bisa ditutupi dari wajahnya.

"Say YES!" seru beberapa orang di sekeliling mereka. Harry dan Ginny terperanjat saat menoleh ke sekeliling mereka. Rupanya mereka sedang ditonton oleh beberapa pasangan Muggle yang juga sedang melewatkan malam di trotoar sungai Thames. Harry dan Ginny semakin salah tingkah saat beberapa dari mereka bersuit dan bertepuk tangan.

"Emmmm...." Ginny tampak sedang berusaha mencari kata-kata yang tepat.

"Aww..come on! masa bilang 'yes' saja susah banget!" seru seorang pemuda Muggle dengan T-shirt bertuliskan "I Live in London but My Heart is in Anfield Forever!"

Akhirnya Ginny sepertinya menemukan kata-kata yang tepat.

"Harry, bisakah aku memikirkannya dulu?" itulah kata-kata yang keluar dari mulut Ginny. Para Muggle yang menonton mendesah kecewa, begitu juga Harry, yang masih berlutut di depannya.

"Kenapa? Apa kamu menolak lamaranku?" tanya Harry, kekecewaan tidak bisa ditutupi dari wajahnya.

"Aku tidak bilang begitu," tangkis Ginny lembut.

"Jadi kamu mau?" tanya Harry, semangatnya timbul kembali.

"Aku juga tidak mengatakan demikian," jawab Ginny sambil tersenyum.

"Apaan sih? Yang tegas dong!" tuntut Harry.

"Ada beberapa hal, enggg, yang harus kupikirkan saat aku menjawab lamaranmu ini. Tapi aku gembira sekali Harry, dengan lamaranmu ini."

12 Grimmauld Place, London, 25 Juli, sekitar tengah malam

"Apa yang Ginny pikirkan lagi?" tanya Ron.

Saat itu Ron sedang datang dan menginap di Grimmauld Place. Hermione sendiri tidak ikut. Dia tinggal di rumah orang tuanya di pinggiran kota Oxford.

"Entahlah. Dia mengatakan kalau ada beberapa hal yang perlu dia pikirkan," jawab Harry.

"Apa ya?" tanya Ron sambil mengunyah Chocolate Frog-nya.

Harry mengangkat bahunya. Dengan setengah murung dia meggoyangkan cangkir kopinya. Dia bahkan tidak ingat bagaimana caranya dia sudah sampai di Grimmauld Place setelah dia melamar Ginny.

"Eh, jangan-jangan....." ungkap Ron dengan sedikit ragu-ragu.

"Apa?" tanya Harry.

"Jangan-jangan dia punya cowok lain," ungkap Ron sambil melirik Harry takut-takut. Harry menyemburkan kopi yang sudah setengah berada di rongga mulutnya. Dia melotot ke Ron, yang sudah siaga dengan tongkatnya.

"Kenapa kamu bilang begitu?"

"Kan Ginny chaser paling terkenal di Inggris ini. Dia cantik, jago terbang, ramah. Banyak cowok yang pasti kepengen sama dia. Maksudku, kecuali cowok itu gay, nggak mungkinlah ada cowok yang nggak kepingin sama dia?" Ron membeberkan analisanya dengan yakin.

"Hmmm....masalahnya Ron, semua orang yang mengikuti English Quidditch Premiere League, pasti tahu kalo aku ini adalah tunangannya," jawab Harry, sedikit membesarkan dirinya sendiri.

"Betul juga. Atau jangan-jangan ada secret admirer dan Ginny sedang penasaran dengan si secret admirer itu?"

"Entahlah. Apa sebaiknya kita tanya Hermione saja? Ini kan masalah cewek, mungkin Hermione tahu sesuatu," usul Harry.

"Tidak aku sarankan," jawab Ron dengan pasti.

"Kenapa?"

"Sekarang hampir tengah malam. Dia pasti sudah tidur. Lagian sekarang adalah periode menstruasinya. Kamu pasti bakal dijadikan sasaran latihan mantra Sengat selama dua tahun kalau membangunkannya tengah malam begini untuk tanya hal-hal yang menurutnya kurang penting."

"Ini kan penting!"

"Tidak menurut Hermione. Menurutnya yang penting itu adalah penegakan hukum sihir, taraf hidup makhluk non-penyihir dan non-pembawa tongkat, serta aku, tunangannya. Kamu dan Ginny penting, tapi itu kalau tidak sedang menstruasi," jawab Ron kalem sambil meneruskan makan coklatnya.

"Oh, begitu," Harry duduk lesu kembali.

Sampai saat mereka tidur pun Harry masih memikirkan Ginny dan bertanya-tanya kapan lamarannya akan dijawab.


Kementerian Sihir, London, 31 Juli, jam 15.12.

Semua pegawai Kementrian Sihir memelototi monitor televisi yang ada di banyak sudut di gedung Kementerian Sihir. Mereka sedang menonton breaking news dari English Quidditch Pemiere League. Hari ini ada pengumuman dari Holyhead Harpies tentang chaser andalan mereka, Ginevra Weasley. Harry sedang di Markas Auror, yang berbagi lantai dengan Administrator Liga Quidditch.

"Ladies and Gentlemen, Miss Ginevra Weasley akan memberikan pengumumannya sesaat lagi," kata reporter olahraga WTV -Wizard Television.

Di latar belakang ada sebuah meja panjang untuk konferensi pers. Ginny muncul bersama kapten Harpies Byakuya Akagi dan manajer Harpies Deneb Almiron.

"Selamat Sore semuanya. Saya Ginevra Weasley akan memberikan pengumuman mengenai karir saya sebagai pemain Quidditch," Ginny berhenti sebentar untuk menarik nafas," emm selama beberapa waktu ini anda sudah mengetahui bahwa saya sudah bertunangan dengan Harry Potter. Dan selama itu pula banyak fans dan rekan pemain, baik dari satu klub maupun yang berbeda klub, bertanya kepada saya kenapa kami belum menikah. Jawabannya sangat sederhana, karena Harry belum melamar saya. Nah, beberapa hari yang lalu, Harry akhirnya memberanikan dirinya melamar saya....."

Terjadi kegaduhan, banyak wartawan, terutama wartawan gosip berebut mengajukan pertanyaan. Di Markas Auror keadaannya sama saja, Harry dirubungi banyak pertanyaan dari rekan-rekannya. Harry cuma menunjuk ke arah televisi. Mereka menoleh dan melihat bahwa Ginny siap melanjutkan pernyataannya setelah meminta para wartawan tenang sebentar.

"....beberapa hari lalu Harry melamar saya di tepi sungai Thames, dan ditonton oleh beberapa Muggles (banyak yang tertawa mendengar pernyataan Ginny ini). Saat itu saya meminta waktu untuk berpikir sejenak atas permintaannya tersebut. Nah, sekarang saya akan memberi jawaban atas lamaranmu, Harry, dimanapun kamu sekarang. Bertepatan dengan hari ulang tahun Harry, yang jatuh pada hari ini, maka saya akan melepaskan nama Weasley dan akan menggunakan nama Potter sepanjang sisa hidup saya....."

Terdengar riuh rendah suitan dan berondongan ucapan selamat dari rekan-rekan Harry, dan wartawan yang sedang mengelilingi Ginny.

"......maaf, masih ada lanjutannya (semua akhirnya tenang kembali, baik yang di televisi maupun di Markas Auror). Sehubungan dengan itu, setelah resmi menikah saya akan mengundurkan diri sepenuhnya dari Quidditch dan menjadi ibu rumah tangga...."

"Potter! Kubunuh kau!", raung Phillip Devlin dari seberang ruangan.

"Silahkan saja," jawab Harry acuh tak acuh, seakan ancaman Devlin adalah rutinitas kantor,"aku toh perlu olahraga setelah belakangan ini cuma ongkang-ongkang kaki di belakang meja."

Devlin mengeluarkan tongkat sihirnya dan bersiap menyerang Harry. Sayangnya, karena lawannya adalah salah satu Auror terbaik Kementrian, saat tongkatnya baru separuh terangkat, Harry sudah menodongkan tongkatnya persis lima senti di depan hidung pegawai Departemen Permainan Sihir Kementerian Sihir itu.

"Nah, Mr Devlin," tanya Harry sambil tersenyum lebar,"bagaimana dengan ancaman anda tadi?"

Phillip Devlin hanya menggerutu, dan teman-temannya tertawa, termasuk sepasukan Auror di belakang Harry. Mereka mulai mengucapkan selamat, baik ucapan selamat ulang tahun, maupun ucapan selamat karena akan segera menikah. Tapi seperti halnya Phillip Devlin, mereka menyayangkan pengunduran diri Ginny sepenuhnya dari arena Quidditch. Berarti Inggris akan mengecil kans mereka dalam Piala Dunia berikutnya. Harry hanya tertawa dan menerima ucapan selamat yang mengalir kepadanya sepanjang hari itu.

Jadi itu alasannya? Dia berniat memberikan kejutan ulang tahun dengan menerima lamaranku. Untunglah tebakan Ron meleset, pikir Harry sambil tersenyum.


Epilog
Godric's Hollow, 27 September, senjakala.


Angin musim gugur berhembus dengan dingin. Di pemakaman desa Godric's Hollow ada dua orang suami istri yang sedang mengunjungi sepasang makam.

"Hai Mum, Dad. Seperti yang kujanjikan waktu terakhir kali aku datang kemari. Hari ini aku datang bersama istriku, Ginny. Kami sudah menikah bulan Agustus lalu, tepat di hari ulang tahun Mrs. Weasley."

"Halo, Mr dan Mrs. Potter. Sekarang saya adalah putri anda. Terima kasih sudah melahirkan putra yang luar biasa ini. Saya akan menghabiskan umur saya bersama Harry. Saya benar-benar bahagia sekarang. Kami berjanji akan membimbing cucu-cucu anda supaya dapat membanggakan nama Potter dan Weasley."

Dua buah buket bunga lili dan dahlia lalu diletakkan di nisan James dan Lily Potter oleh keduanya.



Tamat


Catatan Penulis.

1. Soal Anindya's dan Joe, bacalah FF-ku sebelumnya, yaitu A Day with an Auror Cheesy. FF ini juga menjelaskan alasanku menulis kalau Ginny menggunakan Firebolt Harry. Tentang WTV juga.

2. Ada beberapa divisi dalam Korps Auror, antara lain Divisi 1 (EduCruit: Education and Recruitment), Divisi 2 (ResDeV: Research and Development), Divisi 3 (IntSpecOps: Intelligence and Special Operations), Divisi 4 (DetCorPun: Detention and Corporal Punishment, bertugas mengawasi Azkaban), dll.

3. Ini sebenarnya aku tulis untuk mengikuti Challenge 10: Ulang Tahun yang diprakarsai oleh Ambu, tapi karena kepanjangan maka aku batalkan dan aku buat thread sendiri. Aku membuatnya dalam waktu sekitar 5 jam.

A Day with an Auror: A Harry Potter Fanfiction

Rating: PG-13+
Genre: Drama, Action, Sport, Romance, Humor, ada deh semua disini......
Disclaimer: Semua karakter Harry Potter dan semua hal yang berhubungan dengannya dimiliki JKR dan Warner Bros. Aku cuma nebeng ketenaran aja. Aji mumpung abis.....




Hari ini adalah hari terakhir musim panas di London, juga Inggris dan belahan bumi utara lainnya, tentu saja. Angin musim gugur terasa sangat keras menusuk tulang-belulang. Daun-daun menguning dan jatuh, seakan-akan sedih karena musim panas dan keceriaannya segera berlalu. Di London, kota dimana hujan lebih sering mengguyurinya dari pada siraman hangat matahari, sekarang pun sedang mendung. Para penduduk London yang terbiasa dengan keadaan ini, sampai-sampai mengatakan kalau matahari di London bisa dihitung dengan jari kemunculannya, jelas tidak peduli.

Di Grimmauld Place, jalanan lengang seperti biasanya. Tidak banyak orang yang berlalu lalang. Grimmauld Place 11 sedang kosong ditinggal oleh penghuninya, yang rupanya kerasan dengan matahari tropis di Bali, Indonesia. Sedangkan Grimmauld Place 13 hiruk pikuk oleh suara penghuninya, yang rupanya marah karena semuanya terlambat bangun. Seperti hari-hari lain, tidak ada yang mempertanyakan kesalahan dinas tata kota London tentang penomoran rumah di Grimmauld Place ini. Bahkan dinas tata kota London sendiri sepertinya tidak sadar akan kesalahannya.

Tentu saja tidak ada yang sadar kalau ada rumah yang beralamatkan di Grimmauld Place nomor 12. Bagaimana dengan layanan posnya? Kelihatannya pemilik Grimmauld Place 12 lebih suka menggunakan layanan pos non konvensional. Tapi rupanya ada yang sadar akan kesalahan ini. Sejak tujuh tahun lalu, penghuni jalan pendek di London sadar bahwa semakin banyak orang ‘aneh’ yang berlau-lalang di jalan itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah tertentu diantara nomor 11 dan 13. Kebanyakan dengan jubah aneh yang pasti terasa sangat panas di musim panas, walaupun seperti yang sudah disebut diatas, matahari di London punya sifat pemalu.

Grimmauld Place menjadi terkenal di kalangan tertentu, terutama sejak tujuh tahun lalu. Kalangan tertentu ini adalah penyihir. Keterkenalan Grimmauld Place terjadi setelah literatur-literatur sejarah sihir menyatakan bahwa inilah rumah dimana Order of the Phoenix bermarkas.

Pada tahun 1995, Albus Dumbledore, Kepala Sekolah Hogwarts dan juga pendiri Ordo tersebut, menerima tawaran dari pemilik terakhir Grimmauld Place yaitu mantan narapidana Azkaban bernama Sirius Black untuk menggunakan rumah ini sebagai pusat perlawanan terhadap Death Eaters yang dipimpin oleh penyihir hitam yang diyakini terhebat sepanjang masa, yaitu Thomas Marvolo Riddle alias Lord Voldemort. Untunglah Lord Voldemort ini sudah tewas dalam peperangan terakhir di Hogwarts, sehingga sekarang sudah bebas menyebut namanya.

Sekarang Grimmauld Place 12 dihuni oleh seorang pemuda penyihir yang tinggal seorang diri. Dia hanya ditemani oleh hambanya seorang (atau seekor?) peri rumah (sebenarnya agak riskan menyebut hamba kepada peri rumah karena Undang-Undang Perlindungan Makhluk Sihir yang dikeluarkan Kementerian Sihir, secara eksplisit pada pasal 11 ayat 3 melarang ‘penggunaan kata-kata yang dimaksudkan untuk merendahkan, menjatuhkan derajat, atau menghinakan makhluk sihir mana pun oleh para pembawa tongkat sihir’).

Si pemilik baru ini tidak memiliki hubungan darah dengan Sirius Black sebagai pemilik sebelumnya. Dia memperoleh hak kepemilikannya atas Grimmauld Place 12 karena dia adalah anak perwalian Sirius Black sehingga dia mewarisinya. Sejak pertempuran terakhir yang menentukan di Kastil Hogwarts di pedalaman Skotlandia, si pemuda ini tinggal di rumah ini sendirian, dan menolak tawaran untuk tinggal di The Burrows atau pinggiran kota Birmingham, tempat sahabat-sahabat terdekatnya tinggal. Walau pun sebenarnya dia sangat tergoda untuk tinggal di The Burrows, untuk satu alasan tertentu.

Pemuda ini sedang berada di kamarnya di lantai tiga. Sudah satu jam terakhir dia berkurung di kamarnya sejak selesai mandi. Dia tidak termasuk golongan metroseksual yang suka berdandan lama-lama di depan cermin. Dia sudah rapi berpakaian sejak lima puluh enam menit yang lalu. Dia hanya memandangi cermin, yang menatap balik kepadanya dengan membisu. Cermin itu sudah hapal kalau pemuda ini kebal kritik terhadap dandanannya, terutama rambutnya, sehingga bosan sendiri. Bahkan si cermin bilang kalau tembok adalah teman ngobrol yang lebih menyenangkan, terutama karena pemuda ini tidak pernah mempedulikannya.

“Master Harry?” sapa peri rumahnya dari luar kamar.

“Hmmm? Ada apa, Kreacher?”, tanya Harry tanpa mengalihkan pandangan dari cermin.

“Sarapan sudah siap, Master,” jawab Kreacher.

“Terima kasih, Kreacher.”

Kreacher membungkuk dan hendak ber-Disapparate saat Harry memanggilnya lagi.

“Kreacher?”

“Ya, Master Harry?” tanya Kreacher, siap menerima perintah. Atau permintaan, istilah yang lebih disukai Harry.

“Hari ini aku tidak pulang ke rumah. Aku akan langsung ke The Burrows. Ada acara di sana. Bisakah kamu ke The Burrows setelah selesai membersihkan rumah? Mrs. Weasley akan sangat repot dengan acara ini.”

“Anda ingin saya membantu Mrs. Weasley, Sir?”

“Ya,” jawab Harry sambil berbalik ke arah menghadap ke peri rumahnya,”pergilah ke sana dan bantulah Mrs. Weasley. Patuhilah setiap permintaan atau perintahnya.”

“Baik, Sir. Akan Kreacher laksanakan,” jawab Kreacher sambil membungkuk.

“Terima kasih, Kreacher. Kau boleh pergi sekarang.”

Kreacher membungkuk dan menghilang dari pandangan Harry. Harry memutuskan bahwa sudah saatnya turun ke ruang makan dan mengakhiri lamunannya selama sejam ini. Harry melamunkan tahun-tahun setelah pertempuran di Hogwarts, bagaimana kejadian itu sudah mengubah dirinya. Saat menghabiskan sarapannya, ingatannya melayang ke kejadian setahun setelah pertempuran di Hogwarts itu.

*****
“Kenapa? Kenapa? Kenapa?,” raung Ron tidak kepada siapa-siapa secara khusus. Dia rupanya meraungkannya ke udara di sekitarnya.

“Karena, karena, dan karena,” jawab Harry sambil lalu. Matanya tertanam ke buku yang sedang dibacanya selama ini.

“Yang serius dong! Jelaskan kebingunganku!”, tuntut Ron ke sahabatnya karibnya itu.

“Gimana aku bisa menjelaskan kebingunganmu, kalo kau sendiri nggak jelas tanya apa? Dari tadi kamu terus meraung-raung ‘kenapa?’ berkali-kali,” balas Harry sambil terus menekuni bukunya.

“Oh, sori deh. Stress nih!”

“Kalo kau sudah selesai meraung-raung seperti balita yang direbut mainannya, kau bakalan tahu kalau semua orang di ruangan ini sedang stress, dan semuanya nggak beringkah seperti orang gila yang kabur dari St. Mungo sepertimu,” jawab Harry.

“Kenapa kita harus ikut Kejar Paket C ini? Kenapa?”

“Yah, aku nggak tahu gimana harus ngasih tahu kamu, tapi mungkin kau lupa kalau kita ini termasuk golongan drop out. Kita tidak pernah lulus dari Hogwarts. Dan karena kita mau jadi Auror, maka kita harus punya nilai-nilai NEWT. Karena kita nggak punya nilai-nilai NEWT, maka Kejar Paket C adalah solusi terbaik. Tapi kalo dipikir-pikir lagi, Kejar Paket C ini adalah satu-satunya solusi yang ada.”

“Ini kan salahmu, ngajak kita cari-cari Horcrux-horcrux dan jadi drop out.”

Harry mendelik ke arahnya. Ron, yang merasakan bahaya kian mendekat dengan kecepatan yang bisa bikin Dementor iri, buru-buru mengangkat tangannya dan berkata, “cuma bercanda, mate!”

Mereka sedang berada di Hogwarts. Sebenarnya menyenangkan kembali ke ‘rumahnya’ ini. Tapi karena banyak yang menunjuk-nunjuk ke arahnya dan teman-teman Dumbledore’s Army (beberapa histeris menjeritkan namanya, membuatnya merasa seperti ‘the hottest rock star ever’), kunjungannya ke Hogwarts ini menjadi tidak menyenangkan. Setidaknya baginya, Ginny dan Hermione. Ron, Neville, dan yang lainnya kelihatannya senang sekali dengan perhatian seisi kastil itu.

Mereka (Dumbledore’s Army yang tidak sempat ikut NEWT) murid-murid angkatan bawah mereka yang tidak sempat ikut OWL seperti Ginny dan Luna, sedang menunggu di sebuah selasar di dekat ruangan-ruangan kelas yang kosong, menunggu diuji oleh penguji OWL dan NEWT dari Kementerian.

Harry akhirnya menutup bukunya. Sebenarnya itu bukan bukunya sendiri, tapi dipinjam dari Hermione. Di mana Hermione? Dia sedang menghadap ke kantor Professor McGonagall. Reputasinya sebagai murid dengan peringkat satu di Hogwarts selama bersekolah di Hogwarts rupanya dianggap istimewa oleh Kementerian Sihir. Dengan perkecualian akhir tahun ajaran 1993 (insiden Basilisk), 1997 (terbunuhnya Kepala Sekolah Hogwarts) dan 1998 (karena Pertempuran Hogwarts), maka dia dianggap sebagai salah satu murid paling cemerlang yang pernah bersekolah di Hogwarts. Hal ini rupanya memberinya kemudahan. Dia diijinkan untuk tidak mengikuti Kejar Paket C sama sekali. Sama dengan Ginny, yang merupakan murid paling cemerlang di angkatannya, lepas dari fakta bahwa dia pernah dirasuki Lord Voldemort.

“Sialan, si Hermione itu! Licik sekali dia!” gerutu Ron.

Harry menoleh kepadanya tepat pada saat sesosok tubuh berambut coklat lebat masuk lewat pintu yang ada di belakang Ron. Hermione langsung menyuruh seisi selasar itu tutup mulut dengan isyarat tangannya, merahasiakan kehadirannya dari Ron, yang meneruskan ocehannya.

“…..kenapa dia dapet keistimewaan, tapi kita tidak? Kan kita bertiga yang berburu Horcrux-horcrux sialan itu! Kan DA juga berjasa! Kenapa cuma dia dan Ginny saja yang dapat kelonggaran? Sangat nggak adil! Tul nggak, mates?” tanya Ron minta persetujuan ke pendengarnya.

Tanpa menunggu persetujuan mereka, Ron melanjutkan lagi. “Pasti mereka sedang bergosip di kantor McGonagall, minum teh dan kue dan sebagainya, enak-enakan santai….”

“Kamu iri?” tanya Harry.

“Iri? Aku? Jelas iya! Bayangkan, ujian Kejar Paket C barengan sama pelatihan Auror! Belum lagi aku harus membantu George di toko! Kalo kita ikut pelatihan Auror atau pelatihan-pelatihan lainnya, kenapa harus ikut Paket C sialan ini? Masa sih jasa kita nggak dianggep?”

“Wah, jangan sampai calon Mrs Ronald Weasley dengar ini lho!” celetuk Seamus.

“Apa maksudmu ‘calon Mrs Ronald Weasley’? Oke aku memang suka sama dia. Tapi sifatnya itu lho! Kagak nahan deh!”

“Seperti apa misalnya?” tanya Harry, berusaha keras pasang tampang biasa saja, padahal perutnya serasa ditusuk-tusuk pedang saking gelinya.

“Dia bossy, sok pintar, sok rajin, keras kepala, nggak sabaran....” Ron berhenti, curiga melihat semua orang di selasar itu wajahnya sudah memerah menahan tawa, beberapa terkikik geli, bahkan ada yang menjejalkan buku teks mereka ke mulutnya supaya tawanya teredam. Dia memandang ke Harry, yang dengan susah payah menahan tawanya.

“Dia ada di belakangku, ya?” tanyanya setengah takut-takut.

“Yup!” jawab Harry sambil tertawa, diikuti teman-temannya.

“Sejak kapan dia disitu?”

“Sejak ‘Sialan si Hermione itu! Licik sekali dia!’”

“Kenapa kamu nggak bilang?”

Harry mengangkat bahu,”habis lucu banget sih…..”

Ron menoleh ke belakang dengan pucat pasi. Dia melihat Hermione berkacak pinggang, dengan tampang yang bisa bikin singa-singa di Colisseum Roma kabur terbirit-birit ketakutan.

“Hai Honey!” sapa Ron dengan polos campur ketakutan.

“RONALD WEASLEY!!”

“Ya, hadir disini….” jawab Ron, seakan-akan menjawab panggilan presensi.

Kemarahan Hermione tidak sempat tersalurkan karena pada saat yang bersamaan pengawas ujian Mantra memanggil nama Ron. Ron langsung bangkit.

“Aku nggak percaya aku akan bilang ini, tapi aku senang sekali dipanggil buat maju ujian. Hai, Mrs Tupperwarn. Jubah anda bagus sekali. Eh by the way, nama anda kok sama dengan nama merek peralatan dapur Muggle?”

Si pengawas ujian itu bingung setengah mati mendengarnya. Hermione jengkel setengah hidup, setengah lagi geli melihat tingkah Ron tersayangnya.

*****


Lamunan Harry berakhir saat berada dia mengambil sejumput bubuk Floo dan melangkah masuk ke perapian di dapur. Dia berseru “Kementerian” dan perjalanan yang tidak pernah disukainya ini dimulai. Sesampainya di Kementerian Sihir, dia melangkah keluar perapian dan merapikan jubahnya.

“Pagi, Harry”

“Hai Harry!”

“Selamat pagi Mr Potter!”

Sapaan-sapaan dari para pekerja kementerian itu dibalasnya dengan ramah. Dia senang berada di sini, tidak seperti saat dia mengunjungi Kementerian untuk pertama kalinya. Yah, itu kan cerita masa lalu, lagi pula kampanye de-koruptisasi Kementerian Sihir yang dijalankan Menteri Shacklebolt berjalan lancar. Suasana “Pureblood only” warisan masa lalu serasa seperti mimpi buruk yang terlupakan.

Dia masuk ke Markas Auror dan mengambil lembaran jadwal untuk hari ini. Ron sudah datang, tenggelam diantara tumpukan perkamen di mejanya. Hanya rambut merahnya yang menonjol diantara gundukan perkamen yang menandakan dia sudah datang.

“Hai Ron!” sapanya.

“Oh hai Harry,” jawab Ron sambil mendongakkan kepalanya, keluar dari kepungan perkamen laporannya.

“Kamu lembur dari semalam?” tanya Harry heran.

“Oh ini? Enggak juga. Aku datang barusan kok. Kemarin ada laporan intelijen yang lupa kuperiksa, jadi pagi-pagi …..”

Penjelasannya terpotong oleh panggilan Galahad Faircroft, Kepala Auror, dari kantornya, “Potter! Weasley! Kemari, tugas untuk kalian.”

Harry dan Ron masuk ke kantor Kepala Auror. Kepala Auror ini sudah hampir masuk masa pensiun, tapi semangatnya cuma bisa dikalahkan oleh para rekrutan baru. Kalau tidak terhalang oleh encoknya, mungkin dia masih berada di garis depan memburu sisa-sisa Death Eaters.

“Ya, Sir?” tanya Ron sambil menutup pintu.

“Ini penugasan kalian yang baru,” jawab Mr Faircroft sambil menyerahkan lembaran perkamen penugasan ke Harry dan Ron. Mereka membacanya dan, bersamaan, mengangkat kepala dengan heran memandang bos mereka.

“Menonton pertandingan Holyhead Harpies versus Chudley Cannon?” tanya Harry heran. Kenapa mereka disuruh menjaga pertandingan Quidditch? Apa ada potensi kerusuhan? Harry menunduk lagi ke dossier briefingnya. Ternyata memang ada potensi kerusuhan, seperti dijelaskan selanjutnya oleh bos yang periang (yang hanya berlaku bagi teman-temannya. Bagi Death Eaters dan kriminal sihir, dia adalah mimpi buruk terburuk) itu.

“Ya. Menurut laporan intel, ada mantan Death Eater yang suka muncul menonton pertandingan Harpies. Namanya, seperti yang tercantum di laporan itu, adalah Antonin Dolohov. Deskripsinya….”

“Kami kenal dia,” potong Ron. Wajah pembunuh Remus Lupin itu sulit dilupakan oleh keduanya.

“Baiklah. Seret dia ke pengadilan, boys!” kata Mr Faircroft sambil tersenyum lebar.

“Pasti, Sir,” jawab keduanya sambil bangkit dan menuju pintu keluar.

Mereka keluar setelah mengambil gadget yang dibutuhkan dalam misi ini. Saat berjalan menuju lift, mereka bertemu dengan anggota terakhir trio mereka, Hermione yang-akan-segera-menjadi-Mrs- Hermione-Weasley Granger.

“Hai Harry! Hai Ron!”

“Hai Hermione!” jawab Harry.

“Kenapa?” tanya Ron.

“Apanya yang kenapa?” tanya Hermione heran.

“Aku ini tunanganmu, calon suamimu. Kenapa kamu menyapa Harry duluan ketimbang aku?” tanya Ron lagi, sok cemburu.

“Oke deh. Hai Ron! Hai Harry! Puas?”

“Sangat. Hai honey!” jawab Ron sambil mengecup pipi calon istrinya.

Wajah Hermione bersemu merah. Harry tertawa melihat tingkah mereka. Mereka bersama-sama masuk ke dalam lift yang membuka dengan derit keras. Pesawat-pesawat kertas memo antardepartemen mengiringi mereka masuk ke dalam.

“Jadi kalian akan kemana?”

“Menonton Quidditch. Mr. Faircroft memutuskan bahwa aku dan Harry sudah cukup bekerja keras dan berhak buat cuti menonton kemenangan pertama Cannons lawan Harpies,” jawab Ron santai sambil merangkul mesra bahu Hermione. Semu di pipi Hermione semakin jelas, karena selain mereka bertiga dan memo antar departemen, ada sekitar tiga rekan pegawai kementerian yang ada di dalam lift. Tapi Hermione tidak keberatan dengan tangan Ron melingkari bahunya.

“Cuti dengkulmu! Lagian lebih mungkin kalo Ginny bakal bikin sebelas gol dan mengandaskan Cannons, dan Neville sudah jadi kepala sekolah Hogwarts saat Cannons mendapat kemenangan mereka yang pertama,” balas Hermione.

“Ouch darling! Cannons kan sudah punya Seeker bagus!” protes Ron.

“Seeker nggak menjamin kemenangan. Ingat kemenangan Irlandia atas Bulgaria di musim panas ‘94?”

Ron nggak menjawab, karena lift sudah membuka di atrium. Harry, Ron, dan tiga pegawai kementerian lainnya melangkah keluar. Hermione tetap di lift yang akan ke atas.

“Bye! Salam buat Ginny! Dan jangan lupa nanti malam!”

“Ya!” jawab Ron.

Mereka berjalan beriringan menuju salah satu perapian yang akan menuju ke stadion Harpies. Ron cuma geleng-geleng kepala saat keduanya beriringan ke perapian.

“Kenapa?” tanya Harry.

“Cewek! Mereka nggak bakalan ngerti Quidditch sampai kapan pun,” jawab Ron.

“Hati-hati! Jangan sampai nanti di stadion adikmu mendengarnya,” balas Harry.

“Oh jangan khawatir. Kalo dia dengar, aku akan mengandalkan calon adik iparku biar aku bisa kabur. Oke, mate?” jawab Ron sambil mengedipkan mata.

Harry tertawa. Mereka lalu menghilang di perapian.


*****

Stadion Harpies penuh sesak oleh para pendukung Harpies, dan sebagian kecil pendukung Cannons. Ron sangat gembira dan hendak langsung bergabung dengan mereka. Harry cepat-cepat menahannya.

“Ron, Dolohov adalah fans Harpies. Dia pasti ada di tribun suporter Harpies, seperti rekomendasi intel tadi. Jadi kita akan bergabung dengan para suporter Harpies.”

“Siapa tahu dia sengaja bergabung ke tribun Cannons dan sengaja menyesatkan kita dan intel?” jawab Ron setengah kecewa.

“Kalo iya, maka dia lebih bodoh dari Goyle. Ayo.”

Ron ogah-ogahan bergabung dengan para suporter Harpies masuk ke stadion. Di dalam mereka berdua berpencar dan langsung mencari tempat yang kira-kira mencurigakan, dan memungkinkan kehadiran Antonin Dolohov.

“Ladies and Gentlemen!” raung stadium announcer lewat mantra Sonorus, “selamat datang di Stadion Harpies! Hari ini kita akan menyaksikan perjuangan tim kita melawan Chudley Cannons (suara boooo membahana) untuk posisi pemimpin klasemen sementara Liga Premier Quidditch! Jika menang, Harpies akan memuncaki klasemen menggeser Puddlemere United yang kemarin secara mengejutkan kalah dari Pride of Portree…”

Harry tersenyum membayangkan Ron yang pasti sedang jengkel setengah mati mendengarnya. Dia terus bergerak mencari-cari di antara para fans Harpies.

“…..dan sambutlah para pahlawan kita! Kiper Arnaud Gillette, Seeker Mariana van der Baahn, Beaters Hans Loewe dan Dieter Carsten, Chasers Byakuya Akagi, Fillipo Tesla dan kebanggaan kita, Ginevra Weasley!!!”

Sorakan riuh rendah menyambut keluarnya para pemain Harpies dan sorakan semakin membahana seiring keluarnya Ginny. Mereka berkeliling stadion membalas sorakan para suporter Harpies. Ginnylah yang menerima sambutan paling meriah, karena dia adalah pemuncak daftar top scorer liga, dengan rata-rata 7,8 gol per pertandingan.

“……dan inilah para pemain Cannons. Kiper Aaron West, Chasers Lucas Brown, Siobahn Fallon, Lilian Adams, Beaters Calvin Young dan Hamilton Newport, serta Seeker Alejandro Noriega…”

“YEAH!!” teriak Ron, yang langsung terdiam saat sadar dia sedang berada di tengah ribuan fans Harpies yang memelototinya. Ginny yang mengenali kakaknya dari angkasa juga cuma melengos malu. Tapi dia sadar kalau kakaknya ada disini, berarti tunangannya pun ada di sini. Benar saja, Harry cuma berjarak enam baris dari kakaknya yang supernekat itu. Dia melihat Harry mengirimkan ciuman jarak jauh dan berkata non verbal ‘Good luck’. Ginny tersenyum. Dia tidak membalasnya karena tahu akan membongkar posisi Harry dan mengacaukan misi Auror Harry dan Ron (apapun misi itu, Ginny nggak terlalu peduli), tidak setelah Ron dengan nekatnya berteriak menyambut para pemain Cannons.

“Pertandingan akan dipimpin oleh wasit Melville Wright dari Godric Hollow. Dan…..yak pertandingan dimulai….Tesla berhasil merebut bola, dan langsung dioper ke Akagi, langsung umpan panjang ke Weasley….WEASLEY GOL!!!”

Sorakan membahana seakan-akan mengguncang stadion. Inilah rekor gol tercepat di Liga. Harpies unggul saat pertandingan baru berjalan kurang dari sepuluh detik. Harry sejenak melupakan tugasnya sebagai Auror dan melihat ke pertandingan.

Dia melihat bahwa Harpies melakukan taktik agresif yang sangat beresiko terhadap serangan balik. Loewe dan Carsten sengaja mencecar seeker Noriega karena sadar bahwa seeker Belanda rekrutan baru mereka kalah skill dan pengalaman dibandingkan dengan seeker impor Cannons asal Bolivia tersebut. Sementara para chaser melakukan pressing yang sangat ketat dan mengandalkan keahlian Tesla merebut bola dan kelihaian Akagi mencegat umpan-umpan dari chasers lawan. Semua bola akan dialirkan langsung ke Ginny yang menjadi tumpuan mencetak gol. Kiper West menjadi bulan-bulanan Ginny, Tesla dan Akagi. Mereka bertiga dengan indahnya meliuk-liuk menghindari Bludger yang luput diantisipasi beaters Harpies atau yang sengaja dilepaskan Young dan Newport. Kiper Gillette seorang diri cukup mampu mengatasi serangan chaser lawan yang cenderung monoton dan tumpul. Dia toh kiper timnas Prancis, kemampuannya sudah mendunia. Dalam sepuluh menit Harpies langsung unggul 40-0.

Harry kembali memusatkan perhatiannya ke misinya. Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan di mata Harry. Dia akan bergerak ke atas, ke tribun VIP. Dia meragukan apakah status buronan Dolohov akan memberinya tempat di tribun kehormatan itu, tapi semua harus dicek kan?

Tiba-tiba dia melihatnya. Saat Ginny mencetak golnya yang keempat dan membuat Harpies unggul 70-30 (dan sekilas dilihatnya Ron menggerutu), orang itu mengangkat kedua tangannya. Di tangan kiri orang itu ada sebuah bentuk seperti bekas tato yang dihapus secara asal-asalan. Dia berani bertaruh seratus galleon bahwa bekas tato itu berbentuk tengkorak yang mengeluarkan ular dari mulutnya. Dark Mark – tanda pendukung setia Lord Voldemort. Orang itu tidak di tribun VIP, tapi berada di bawahnya, berdiri diantara para pendukung Harpies yang tidak kebagian tiket duduk.

Harry beringsut menuju ke arah orang itu. Benar saja, wajahnya cocok dengan deskripsi fisik Antonin Dolohov yang ada pada dossier briefing tadi pagi. Harry mendekati orang tadi dan menyusup di antara Dolohov dan seorang fans. Harry tersenyum karena Ginny kembali mencetak gol dan semakin membuat frustasi para pemain Cannons yang tidak berdaya menghadapi pressing ketat Harpies.

“Hebat ya?” kata Harry ke Dolohov.

“Ya, luar biasa” jawab Dolohov sambil menoleh dan terkejut setengah mati. Wajahnya langsung memucat seakan-akan baru saja melihat seribu Dementor menyerbu ke arahnya. Harry berlagak tidak mengetahuinya. Dia kembali memandang ke lapangan, pura-pura menikmati jalannya pertandingan.

“Tahukah anda kalau Ginny Weasley mengendarai sapu saya?” tanya Harry ringan, seakan-akan sedang menikmati pertandingan dan membagikan trivial fact ke sesama fans.

“Oh ya?” jawab Dolohov kaku. Dia tidak berani memandang Harry lagi.

“Ya. Saya memberikan Firebolt pada Ginny saat dia masuk ke tim Harpies empat tahun yang lalu. Saya toh tidak memerlukannya. Oh, nama saya Harry Potter, by the way. Dan anda?” tanya Harry sambil mengulurkan tangan kanannya.

“Dorset. Abner Dorset,” jabatan tangannya serasa dingin sekali di telapak tangan Harry.

“Dia kelihatannya cocok dengan Firebolt saya. Dia makin luwes mengendarainya, tidak seperti saat di masih rookie…”

“Maaf, saya hendak ke WC sebentar,” potong Dolohov yang mengaku sebagai Abner Dorset itu. Dia langsung beranjak meninggalkan Harry, tepat saat Akagi mencetak gol dan mengubah skor menjadi 80-30. Mr Dorset gadungan itu berlalu tanpa mempedulikannya. Pertandingan mulai berjalan alot karena Cannons mengubah taktiknya menjadi ultra defensif, dan enggan melayani permainan terbuka Harpies.

“Mr Dorset, anda menjatuhkan manset anda,” seru Harry sambil mengulurkan sebentuk manset perak kepada Mr ‘Dorset’.

Mr ‘Dorset’ berhenti mendadak, lalu berbalik mengambilnya dari tangan Harry dan berlalu setelah mengucapkan “thanks” tanpa memandang Harry.

Harry tersenyum dan mengeluarkan sebuah buku notes dengan lambang Auror di sampul kulitnya. Sebenarnya itu sebuah ASE (Auror Surveillance Equipment), peralatan yang dibuatkan oleh Divisi Pengembangan Teknologi Sihir. Dia membukanya dan memposisikannya horizontal di telapak tangannya. Lalu diketuknya notes itu sekali dengan tongkat sihirnya. Garis-garis di halaman notes itu mendadak hidup dan bergerak-gerak tidak beraturan, lalu perlahan-lahan membentuk sebaris kalimat.

Harry cukup puas dengan kalimat itu. Dia lalu menutup dan mengantonginya. Dia menoleh mencari-cari juniornya-yang juga merangkap calon kakak iparnya. Rupanya Ron sudah berada di baris yang sama dengannya dan sedang melakukan hal yang sama dengan yang barusan dilakukan Harry.

“….van der Baahn menukik, apakah dia melihat Snitch? Oh tidak, dia diblokir oleh Noriega….GOL TESLA!! Sekarang 90-30 untuk Harpies…..van der Baahn mengejar Noriega….dia meliuk bagus sekali menghindari Bludger…ooh Bludgernya kena Noriega…dia pasti konsentrasi penuh pada Snitch…..sekarang van der Baahn di depan Noriega dan…..ya!!! Dia dapat Snitch-nya!! 240-30 untuk Harpies dan kita memimpin klasemen!”

Sorakan riuh penuh kegembiraan mengiringi Mariana van der Baahn yang berkeliling stadion memamerkan Snitch yang ditangkapnya. Dia terlihat bahagia sekali, bisa mengalahkan Seeker timnas Bolivia. Noriega sendiri tampak menyesali kesalahan konyol yang dibuatnya tadi. Kesempatannya memenangkan Cannons lenyap karena terlalu bernafsu mendapatkan Snitch.

Harry menoleh ke Ron yang tampak luar biasa kecewa. Tiba-tiba dia menegang dan langsung mengeluarkan notesnya dan mengetuknya dengan tongkat sihirnya. Seketika Harry merasakan notesnya bergetar. Cepat-cepat dikeluarkannya dan membaca pesan dari Ron. ‘Harry, aku lihat Rowle, atau Yaxley, aku tidak yakin. Tapi pasti dia Death Eater. Kau kejar Dolohov, aku kejar si Death Eater ini. Dia pasti bertugas melindungi Dolohov dari kejaran Auror.’
Harry mengetukkan tongkat sihirnya, mentransfer pikirannya ke bentuk tulisan di notes ‘copy that. Hati-hati’

Harry langsung membalik halaman, membuka halaman sebelumnya dan membaca kalimat yang dibuat secara magis oleh garis-garis halaman notes. Itu adalah koordinat posisi Mr.’Dorset’. Harry langsung berlari keluar. Di luar stadion di langsung ber-Disapparate dengan memikirkan koordinat yang ditunjukkan notesnya.

*****
Harry ber-Apparate di Hyde Park, London. Itulah koordinat yang ditunjukkan ASE-nya tadi. Dia memandang berkeliling. Tempat itu penuh dengan para pelancong yang sedang menikmati London. Menemukan satu orang tertentu akan sulit diantara kerumunan turis dan seniman jalanan. Harry berjalan menembus keramaian Hyde Park mencari tanda-tanda keberadaan Dolohov. Harry mencopot jubahnya dan menjejalkannya ke tas ransel yang disihirnya dari udara kosong.

Hati-hati, pikirnya, Dolohov nggak akan ragu-ragu mengorbankan ratusan Muggle ini supaya bisa lolos dariku.

Dan Harry melihatnya. Jubah penyihir itu sama sekali tidak cocok dengan lingkungan sekitarnya. Mungkin jubahnya bisa menyamarkannya diantara para penyihir di stadion Harpies, tapi tidak disini. Diantara para turis yang mengenakan T-shirt dan jeans, jubah penyihir yang dikenakannya sangat mencolok mata. Seakan-akan Dolohov membawa papan neon raksasa bertuliskan “AKU PENYIHIR!”

Harry dan para Auror sudah lama belajar untuk berpakaian ala Muggle secara wajar. Kerumunan orang adalah cara yang termudah dan tercepat untuk menghilang, begitu juga dengan kegelapan malam. Jika kamu berbeda dengan lingkunganmu, maka tamatlah riwayatmu, jadilah bunglon, berbaurlah dengan keramaian, manfaatkan mereka untuk menyembunyikanmu, itulah doktrin yang berkali-kali dijejalkan pelatih penyamaran mereka di Auror Training Facility. Tentu saja Harry bisa mengandalkan Invisibility Cloak warisan keluarganya. Tapi itu agak merepotkan untuk situasi pengejaran buronan.

Dolohov berbelok dengan cepat dan masuk ke sebuah lorong sempit dan menghilang. Harry bergegas mengikutinya. Apakah aman masuk ke dalamnya? Siapa tahu ada komplotannya yang menyiapkan pesta kejutan untukku? pikir Harry mempertimbangkan situasinya. Dalam sedetik dia mengambil keputusan.

Harry memasuki lorong yang sama dan mempercepat langkahnya. Dia melihat Dolohov tergesa-gesa berbelok ke lorong lainnya. Harry menyusulnya beberapa detik kemudian. Dia tiba di daerah pertokoan London yang nggak se-hip Soho, dan melihat Dolohov di kejauhan. Jalanan ini dipenuhi restoran dan rumah makan berbagai etnis bangsa. Karena sekarang belum jam makan siang, maka suasananya masih sepi.

Harry mempercepat langkahnya. Di depan sebuah rumah makan dia sudah berjarak dua langkah dari Mr Dorset gadungan itu. Dia bermaksud mengejutkannya.

“Mr. Dorset, anda disini?” sapanya keras.

Dolohov melonjak terkejut mendengarnya. Dia menoleh dan menatap Harry dengan penuh horor. Dia tidak menyangka Harry bisa menemukannya. Secara refleks dia meraih ke saku dalam kiri jubahnya.

“I-I-Iya, saya ehh….” sekilas dilihatnya papan nama rumah makan di sampingnya (Anindya’s, Indonesian Cuisine) “saya merasa agak lapar dan ingin makan di Anindya’s…”

“Oh, apakah enak disini? Saya juga agak lapar. Bagaimana kalo kita makan bersama? Sebagai sesama fans Harpies…” tawar Harry sambil tersenyum ramah.

“Tidak-tidak. Saya ingat ada urusan lain. Mendesak. Bye,” tolak Mr Dorset kasar. Dia langsung berbalik dan masuk ke sebuah lorong sempit lainnya.

“Selamat tinggal, Mr Dolohov!!” seru Harry.

“Ya,” jawab Dorset alias Dolohov itu. Dia langsung membeku. Dan perlahan-lahan berbalik menghadap Harry,tatapannya penuh keterkejutan.

“Anda tidak sedemikian bodohnya mengira saya percaya nama anda adalah Abner Dorset kan, Mr. Antonin Dolohov?” tanya Harry masih dengan senyum ramahnya, walaupun nada bicaranya terasa sangat tajam.

Dolohov langsung mengeluarkan tongkatnya dan berseru ‘Stupefy’, cahaya merah memancar dari ujung tongkatnya. Tapi Harry sudah siap dari tadi. Dia sudah mengeluarkan tongkatnya dan membuat perisai perak dari udara kosong. Sinar merah itu memantul dari perisai dan menghantam dinding lorong kecil itu. Seketika suasana menjadi kacau. Beberapa orang berlari keluar dari Anindya’s sambil menjerit ketakutan.

Harry mengirimkan sebuah mantra ke Dolohov, telak mengenainya, tapi Dolohov sendiri tidak terpengaruh. Dia cuma bergetar sedikit dan tertawa mencemooh.

“Cuma begitu saja, Potter? Expelliarmus!” seru Dolohov.

Harry tidak sempat mengelak, tongkatnya terbang dari genggamannya. Sekarang dia defenseless, sama kuatnya dengan agar-agar melawan pisau dapur. Cepat-cepat dia menukik masuk ke dalam Anindya’s. Di dalam restoran itu sudah kosong, kecuali seorang laki-laki muda berumur sekitar dua puluh tujuh tahun, melongo memegang pisau dapur dan panci penggorengan. Harry mengibaskan tangannya, menyuruh laki-laki itu (pasti Anindya si pemilik, pikir Harry) untuk berlindung. Harry lega sekali melihat si pemilik restoran langsung menurutinya. Harry bergegas menuju ke belakang.

Sedetik kemudian, dinding samping restoran meledak dan hancur lebur. Dolohov masuk dan mengibas-ngibaskan tongkatnya seperti pedang, sinar ungu yang keluar dari ujung tongkatnya menyayat dinding, meja, kursi, dan apapun yang dilaluinya seperti pisau menyayat mentega.

“Potter! Apa yang kau lakukan tadi? Kamu cuma membuatku tidak bisa Disapparate? Memangnya kenapa? Aku bisa sekalian membunuhmu dan membalas dendam Tuanku! Kenapa sembunyi? Masa Auror Kementerian payah sekali?” cemooh Dolohov.

Harry tidak bereaksi pada provokasi Dolohov. Dia memandang sekeliling tempat berlindungnya. Dia meraih sebuah botol merica dan sebuah panci pengorengan. Ini cukup, pikirnya. Dolohov berjalan mendekati persembunyian Harry, tongkatnya dikibaskan lagi dan meja kasir terbelah menjadi dua, tepat di samping persembunyian Harry.

“Aku punya satu pertanyaan sebelum kamu kubunuh, Potter. Bagaimana caranya kamu bisa tahu kemana aku ber-Apparate?”

Harry melemparkan botol merica itu ke dinding seberangnya. Botol merica itu pecah di samping Dolohov. Dolohov berbalik dan refleks menyambarkan sinar ungu tongkatnya ke arah pecahnya botol merica itu. Kesempatan yang tidak disia-siakan oleh Harry. Dia melompat keluar dari persembunyiannya dan menghantamkan panci penggorengan ke tangan pemegang tongkat Dolohov dari bawah ke atas. Tongkat Dolohov terbang melayang dari genggamannya.

DUANGG!!!

Panci itu bergetar hebat saat Harry menghantamkannya ke wajah Dolohov. Dolohov langsung terpental ke dinding dan terpuruk mengenaskan. Harry melepaskan penggorengannya dan dengan kasar menarik jubah Dolohov dan bersiap melepaskan tinjunya.

“INI UNTUK REMUS LUPIN, @#*&%§$!!!”

Tapi Harry tidak melepaskan tinjunya karena Dolohov sudah pingsan duluan. Harry melepaskan cengkeramannya dan Dolohov merosot terpuruk di lantai, darah mengucur dari hidung dan mulutnya. Harry mendengar seseorang bergerak dari dalam dapur. Harry menoleh dan melihat si pemuda berdiri takut-takut menatapnya.

“Nggak apa-apa. Sudah selesai kok,” kata Harry sambil mengusap keringat di keningnya.

“Anda siapa, Sir? Kalau saya boleh tahu?”

“Auror. My name is Potter, Harry Potter,” jawab Harry sambil tersenyum.

“Namaku Anindya Tejomartoyo. Saya pemilik restoran ini,” kata si pemilik restoran dengan bahasa Inggris lancar berlogat Asia Tenggara.

“Senang berkenalan dengan anda, Mr emmm….maaf nama anda agak sulit saya lafalkan.”

“Tejomartoyo. Panggil saja Aan. Kalau masih sulit, Joe juga boleh. Semua teman dan pelanggan saya di London memanggil saya Joe.”

“Ah ya. Joe. Bisa saya minta tolong sebentar? Tolong jaga supaya orang ini nggak kemana-mana. Hajar saja kalau dia macam-macam.”

“Baik, Sir.”

Harry melangkah keluar restoran. Rupanya keramaian di dalam restoran tidak menarik banyak perhatian. Orang-orang cuma berlalu tanpa menaruh banyak perhatian. Cuma beberapa orang dengan seragam restoran Anindya’s yang menatapnya takut-takut. Harry memungut tongkat sihirnya dan kembali masuk ke dalam restoran. Dolohov rupanya sudah mulai siuman, badannya bergetar sedikit. Harry mengayunkan tongkatnya dan menggumam Incarceros, dan seketika tali-tali meluncur keluar dari tongkatnya dan mengikat Dolohov. Harry melirik ke Joe, dan melihat kalau Joe tidak menampakkan tanda-tanda keterkejutan atas sihir yang dilakukannya.

“Anda penyihir, Sir?” tanya Joe.

“Benar. Anda nampaknya tidak terkejut,” selidik Harry.

“Ah, itu karena di negeri asal saya juga ada penyihir,” jawab Joe tenang.

Harry mengangguk. Dia sudah mendengar bahwa para penyihir di Indonesia tidak perlu hidup dalam kerahasiaan. Mereka malah menjadi semacam selebritis. Negeri yang aneh, pikir Harry. Kemudian dilihatnya ada seporsi makanan yang masih utuh, selamat dari kekacauan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh Dolohov tadi.

“Ini apa?” tanya Harry sambil mengangkat piring makanan tersebut.

“Itu sate, Sir. Makanan khas dari Pulau Jawa. Enak lho,” jawab Joe sekalian berpromosi.

“Sate?”

“Ya, Sir. Sate. Anda bisa melafalkannya sa-tay. Dalam daftar menu saya tulis Indonesian Chicken Grilled Barbecue, ini salah satu menu favorit pelanggan restoran ini.”

Harry mencicipinya. Rasanya sangat….spicy. Tapi juga lezat. Harry tidak bisa memutuskan apakah ini akan menjadi masakan favoritnya. Tapi jelas dia akan mengajak Ginny dan Mrs. Weasley kemari. Mereka suka berwisata kuliner.

“Joe. Aku sangat berterima kasih dan minta maaf atas kerusakan yang aku serta si buronan ini timbulkan….”

“Jangan khawatir, Sir. Restoran saya dilindungi asuransi.”

“Termasuk dari insiden penyerangan oleh penyihir?” tanya Harry. Harry sangat menyangsikan ada perusahaan asuransi di London, atau bahkan di dunia Muggle manapun, yang menyediakan premi perlindungan terhadap kerusakan seperti insiden yang barusan ditimbulkan olehnya dan Dolohov.

“Well, tentu saja tidak…” jawab Joe sambil meringis.

“Aku akan memperbaiki restoranmu menjadi seperti baru lagi,” jawab Harry. Dia lalu mengayunkan tongkatnya meliputi seluruh restoran. Dalam sekejap seluruh kerusakan di restoran lenyap, seakan-akan tidak pernah terjadi insiden apapun. Dinding-dinding menjadi utuh, meja dan kursi teratur lagi, yang terbelah menyatu kembali. Saat melakukannya dia teringat pada kejadian di musim panas delapan tahun yang lalu, saat Professor Dumbledore dan calon guru ramuan Horace Slughorn melakukan hal yang sama persis.

“Dan aku akan minta maaf satu hal lagi,” kata Harry sambil melambaikan tongkatnya untuk terakhir kalinya, mengirim sinyal biru yang keluar melesat dari restoran keluar lewat pintu depan dan menghilang di udara London.

“Sir?” tanya Joe heran. Dia lebih heran lagi ada dua orang yang muncul entah dari mana di dalam restorannya. Dan tambah heran ada tambahan empat orang lagi yang muncul dengan seragam berbeda.

“Aku terpaksa harus menghapus ingatanmu akan insiden ini. Tapi aku akan mempromosikan restoranmu ke teman-temanku...”

“Ah begitu. Yah, tidak apa-apa, Sir. Dan terima kasih atas promosinya.”

Saat Joe menutup mulutnya, kedua Obliviator itu mengayunkan tongkatnya, memodifikasi ingatan Joe dan pegawai restorannya yang sudah berkumpul masuk ke restoran. Setelah itu Harry, dua Obliviator, empat penjaga Azkaban (sekarang penjaga Azkaban adalah penyihir biasa, bukan Dementor), beserta Dolohov, ber-Disapparate dari restoran ini.

Mereka semua ber-Apparate di anjungan Penegakan Hukum, bagian khusus Kementerian yang menangani transfer buronan yang tertangkap, terpisah dari Atrium Kementerian. Harry lalu beranjak keluar dari anjungan itu saat Dolohov berteriak.

“Caranya, Potter! Gimana caranya kamu melacakku setelah keluar stadion? Mustahil kamu tahu kemana aku ber-Apparate!!”

Harry berbalik dan berjalan mendekati buronan yang tertangkap itu. Dia lalu mengeluarkan manset perak dari saku jubah Dolohov dan mengacungkannya di depan wajah Dolohov.

“Ini. Benda ini memancarkan sinyal yang akan diterima ASE – Auror Surveillance Equipment, kalau anda tidak tahu, yang aku pegang. Benda ini akan memberitahukan posisimu dimana pun di muka bumi ini. Nah, selamat menikmati Azkaban kembali. Jangan khawatir, tidak ada Dementor lagi kok,” kata Harry sambil berlalu dari hadapan Dolohov yang tercengang.

Harry berjalan keluar dari anjungan Penegakan Hukum dan berbelok menuju Atrium. Dia dicegat oleh dua rekan Aurornya, Daniel Grint dan Rupert Radcliffe. Mereka berdua adalah juniornya, rekrutan baru dari Auror Camp dua bulan lalu.

“Hai, Mr. Potter. Oh ini ada pesan dari Mr.Weasley,” kata Grint seraya menyerahkan sebuah perkamen kecil.

“Mr. Weasley yang mana? Ada Mr. Arthur Weasley, Kepala Hubungan Muggle, lalu Mr. Percy Weasley, Deputi Junior Menteri Shacklebolt, dan Ronald Weasley, Auror,” tanya Harry sambil menerima perkamen itu, “dan kalian mau kemana?”

“Ronald, tentu saja. Dan selamat ya, tunanganmu tadi main hebat sekali! Kita nonton siaran langsungnya di WTV!” seru Radcliffe,”kami mau ke Hogsmeade, patroli rutin.”

WTV adalah The Wizard Television. Akhirnya para penyihir punya jaringan TV sihir sendiri, walaupun masih dikendalikan oleh Kementerian Sihir. Harry membuka pesan dari Ron tersebut dan membacanya,

Harry, aku sudah pulang setelah menangkap Death Eater yang satu lagi. Dia Thorfinn Rowle. Aku sekarang sudah di toko George, ada sedikit urusan. Laporanku kutinggal di mejaku, tolong poles dikit ya, biar kelihatan menarik gitu buat si boss. Thanks. Ron.

Ah ya. Laporan. Bagian pekerjaan Auror yang paling membosankan, pikir Harry sambil naik ke lift menuju kantornya.

******
The Burrow malam itu terlihat meriah. Banyak sekali yang datang pada pesta malam ini. Harry bersyukur telah mengirim Kreacher untuk membantu Mrs. Weasley, walaupun para Mrs. Weasley generasi baru seperti Fleur, Ivanka (istri Charlie), Penelope (istri Percy), Verity (mantan pegawai Weasley Wizard-Wheezes yang naik pangkat menjadi istri George), Hermione (masih calon Mrs. Weasley, tinggal tunggu tanggal pengesahannya), dan Ginny juga membantu, tapi Kreacher jauh lebih ahli menangani pesta ketimbang mereka. Lagi pula Ivanka dan Verity sedang mengandung.

Victoire dan Teddy Lupin berlarian di halaman dengan riang, diawasi oleh kakek mereka. Teddy Lupin rupanya dijemput dari kediaman Tonks oleh Hermione. Mrs Tonks sedang ngobrol dengan Ivanka dan Charlie, yang baru datang dari Rumania. Harry sendiri duduk berdua dengan Ginny di pojokan halaman.

“So, bagaimana tadi misinya, Mr Auror?” tanya Ginny sambil tersenyum.

“Lancar. Selesai waktu van der Baahn menangkap Snitch. Si Dolohov mengira dirinya cerdik, tapi yah…begitulah…” kata Harry sambil melambaikan tangannya, berlagak biasa saja.

“Hmmm…apa ada kejadian menarik?”

“Tidak. Biasa saja. Sama seperti penangkapan buronan lainnya.”

“Yang benar? Kamu nggak berusaha membuat aku terkesan kan, Mr. Auror?” tanya Ginny sambil tersenyum.

“Kalo aku berusaha membuatmu terkesan, pasti aku sudah menambahkan kalo Dolohov punya sebatalion pasukan bantuan, naga, orcs...”

“Basilisk…” tambah Ginny sambil tertawa kecil.

“Ya, itu juga boleh, lalu ada pertumpahan darah, dan aku akan menang biarpun sendirian,” kata Harry sambil menghirup Mead-nya.

“Hmm mungkin Ron lebih seru ceritanya,” kata Ginny sambil melirik ke Ron dan Hermione yang ada di seberang mereka.

“Ya, aku sudah baca laporannya. Apa benar dia memang bertarung mati-matian melawan Rowle?” tanya Harry.

“Bertarung mati-matian? Dia hanya berteriak ‘berhenti Death Eater! Aku Auror!’ dan seketika seluruh stadion mengepung Rowle, dan Ron terpaksa membubarkan stadion yang berniat membantai Rowle...”

“Hmm, jadi itu maksudnya bertarung mati-matian? Khas Ron…”

Mereka berdua tertawa. Pada saat yang bersamaan, Mrs Weasley paling senior, istri Arthur Weasley, memanggil semuanya untuk berkumpul di meja yang sudah disiapkan di halaman The Burrow. Victoire berlari menuju ‘Auntie Ginny’ dan langsung melompat ke pelukannya. Teddy mengarahkan larinya ke ayah baptisnya dan menerjangnya sambil tertawa-tawa.

“Hari ini kita berkumpul, untuk memperingati The Battle of Hogwarts, dan mengenang mereka yang telah tewas supaya kita dapat menikmati hari ini”, kata Mr. Weasley, suaranya bergetar, sambil mengangkat pialanya, “putra kami Fred, dan sahabat kita Remus dan Nymphadora Lupin, dan banyak pahlawan lain yang dengan berani mengorbankan jiwa mereka supaya kita dapat memperoleh hidup yang lebih baik. Mereka memang sudah pergi, tapi takkan dilupakan. Untuk para pahlawan kita….”

Mereka semua bersulang dalam selingkup malam. Victoire dan Teddy yang masih balita tidak paham dengan kesedihan yang melingkupi para paman, bibi, kakek dan nenek mereka. Tapi kesedihan hanya berlangsung sebentar. Mereka kemudian melanjutkannya dengan makan malam yang lebih ceria. Celotehan dan obrolan malam diiringi dengan tawa riang para peserta jamuan makan. Jarang-jarang mereka semua bisa berkumpul makan bersama. Kreacher tidak henti-hentinya mengalirkan tambahan makanan dan minuman.

“Harry,” panggil Percy dari ujung seberang meja, “si tua Faircroft akan pensiun dua bulan lagi. Menurutmu siapa yang pantas menggantikannya?”

“Hmm…mungkin Alistair McCready. Dia cukup bagus,” jawa Harry sambil menyerang steak-nya dengan ganas seerti naga menyambar kambing.

“Ha..Abhu…shuju,” timpal Ron, mulutnya masih penuh dengan kentang dan buncis.

“Ron! Perhatikan sopan santunmu!” tegur Mrs. Weasley dan Hermione bersamaan. Yang lainnya tertawa. Hermione memerah wajahnya.

“Maksudku aku setuju,” sengal Ron, setelah cepat-cepat menelan makanannya dan nyaris tercekik.

“Menteri Shacklebolt punya calon lain. Namanya Harry James Potter. Kamu setuju?” tanya Percy sambil mengawasi Harry lekat-lekat seakan-akan Harry adalah spesimen Laboratorium Herbologi.

Semuanya terdiam. Potongan steak di ujung garpu menggantung pasrah di udara, terlupakan oleh Harry. Yang lainnya juga terkejut dengan pernyataan Percy. Mereka ikut menatap Harry. Bahkan Teddy dan Victoire juga ikut-ikutan menatap Harry.

“Aku? Kenapa?”

“Menurut Menteri, hal ini akan baik bagi moral para Auror. Orang yang mengalahkan Lord V-V-Voldemort,” dia dan banyak penyihir lainnya masih kesulitan mengucapkan nama Tom Riddle dengan bebas,”pantas memimpin Korps Auror. Bagaimana?”

“Akan kupikirkan,” jawab Harry, tepat pada saat ASE-nya berdengung. Harry memeriksanya, dan tercekat. Segala percakapan tentang calon Kepala Auror langsung terlupakan saat membaca ASE-nya.

“Mr Weasley, Mrs Weasley, semuanya, maafkan saya. Ada penugasan dari Markas. Terpaksa saya tinggal. Kreacher, setelah selesai di sini, kau boleh langsung pulang.”

“Baik, Master Harry,” jawab Kreacher.

“Kamu mau kerja lagi? Tidak bisakah dilimpahkan ke yang lainnya?” tanya Ginny. Dia dan Harry memang jarang bertemu karena penugasan Auror dan tur Harpies menyulitkan mereka untuk saling bertemu secara teratur.

“Tidak. Maaf. Ayo Ron!”

“Aku juga harus ikut?” tanya Ron agak kesal melihat banyaknya makanan yang belum dicicipinya. Tapi dia juga langsung bangkit mengikuti Harry.

“Ya,” jawab Harry. ”Maaf Mr. Weasley, Mrs Weasley, semuanya. Kami ada penugasan. Tidak usah menunggu kami pulang. Ini agak sulit daripada penugasan tadi pagi.”

“Memang siapa yang bikin kacau?” tanya Bill.

“Fenrir Greyback. Sekarang purnama,” seketika semuanya menengadah ke langit, menatap bulan purnama emas di angkasa,”dan Greyback terlihat intel di sekitar Nottinghamshire, dekat hutan Sherwood. Nah kami berangkat sekarang.”

Dalam dua langkah panjang Harry dan Ron berjalan menyeberangi halaman dan langsung ber-Disapparate, menghilang dari pandangan semua orang.


The End


Catatan penulis
1.Undang-Undang Perlindungan Makhluk Sihir juga dikenal dengan Granger Act, mengacu pada inisiatornya yaitu Hermione Granger, dan ditetapkan tanggal 25 Februari 2001, tiga tahun setelah peristiwa Battle of Hogwarts.
2.Divisi Pengembangan Teknologi Sihir dibentuk oleh Kepala Auror Galahad Faircroft untuk mempermudah perburuan para kriminal sihir. George Weasley memperoleh kontrak besar untuk menyuplai segala peralatan yang dikembangkan Divisi Pengembangan Teknologi Sihir, secara rahasia.
3.Keluarga Malfoy sadar bahwa emas saja tidak dapat memberikan mereka kebebasan dari pengadilan, maka mereka setuju untuk menyuplai informasi kepada Markas Auror. Berkat merekalah, intelijen dapat mengungkap keberadaan Antonin Dolohov, Augustus Rookwood, Avery, dan Mulciber.